Ketika E-Katalog Jadi Alat Permainan Proyek Pokir Dewan di Aceh

BERITA24 Dilihat

Banda Aceh— Transparansi Tender Indonesia (TTI) mengungkap dugaan maraknya praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di Aceh melalui sistem e-katalog.

Alih-alih menjadi sarana percepatan dan transparansi, sistem tersebut justru disebut telah berubah fungsi menjadi alat permainan proyek oleh oknum anggota Dewan melalui mekanisme Pokok-Pokok Pikiran (Pokir).

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, menyebut bahwa pengadaan proyek dengan metode e-katalog kini tidak lagi berjalan terbuka dan adil.

Menurutnya, hanya pihak-pihak tertentu yang bisa mengakses dan memenangkan pekerjaan, dengan dalih proyek tersebut merupakan bagian dari Pokir Dewan.

“E-Katalog dijadikan kedok untuk pembagian proyek secara tertutup.

Paket-paket pekerjaan langsung diarahkan kepada rekanan tertentu yang sudah ditentukan. Semua ini diklaim sebagai Pokir Dewan, padahal itu hanya kamuflase,” ujar Nasruddin dalam keterangannya, Ahad (22/6/2025).

Ia menegaskan bahwa Pokir Dewan bukanlah mekanisme pengatur proyek, melainkan hanya berupa usulan program pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat.

Namun, dalam praktiknya, Pokir disalahgunakan seolah memiliki kewenangan menunjuk pelaksana proyek.

Nasruddin mencontohkan pengadaan di Dinas Pendidikan Aceh yang menurutnya bernilai lebih dari Rp100 miliar dan seluruhnya dikerjakan melalui sistem e-katalog.

Proyek-proyek tersebut diklaim berasal dari Pokir Dewan, meski sebetulnya tidak memiliki keterkaitan langsung.

“Paket-paket pendidikan dimasukkan dalam Pokir tanpa alasan jelas. Ini murni persekongkolan. Pokir Dewan dipakai sebagai alat untuk mengatur siapa rekanan yang boleh bekerja, dan siapa yang harus tersingkir,” katanya.

Menurut TTI, praktik ini telah membentuk jaringan tertutup antara oknum anggota legislatif dan pejabat Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

Rekanan yang mendapat proyek disebut harus melalui ‘koordinator’ yang ditunjuk masing-masing anggota dewan.

“Pokir telah menjadi wajah baru korupsi. Semua proyek sudah dikondisikan. Rekanan yang tidak berada dalam lingkaran Pokir tidak lagi memiliki peluang bersaing,” tegas Nasruddin.

Ia pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan menyelidiki dan menindak praktik ini secara serius.

TTI mengaku menerima banyak keluhan dari pelaku usaha lokal yang merasa tersingkir akibat dominasi rekanan titipan.

“Ini bukan soal administrasi atau teknis. Ini soal keadilan, integritas, dan masa depan pembangunan daerah. Jika terus dibiarkan, sistem pengadaan akan rusak dan korupsi akan makin menggurita,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *