BANDA ACEH – Suhendri, bekas Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), mengajukan kasasi pada Jumat 13 Juni 2025 terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Kasasi ini dia ajukan bersama Zulfikar, kaki tangannya.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Banda Aceh menguatkan putusan bersalah Suhendri, dalam kasus korupsi pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk korban konflik di Aceh Timur. Pada 26 Mei 2025, majelis hakim menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara.
Suhendri juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 10,3 miliar, subsider 2 tahun penjara. Adapun Zulfikar dikenai pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 1,49 miliar, subsider 1 tahun 6 bulan kurungan.
Hermanto selaku kuasa hukum Suhendri dan Zulfikar menjelaskan, kasasi tersebut diajukan lantaran pihaknya merasa putusan Pengadilan Tipikor pada pengadilan Tinggi Banda Aceh belum memberikan rasa keadilan bagi kliennya.
“Majelis hakim juga telah salah menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya,” kata Hermanto, Kamis, 19 Juni 2025.
Menurut Hermanto, pembebanan uang pengganti kepada terdakwa Suhendri sebesar Rp 10 miliar tersebut tidak terbukti dalam persidangan. Seharusnya uang pengganti adalah uang yang benar-benar dinikmati oleh terdakwa dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukannya dan jumlahnya harus jelas.
Dalam persidangan, kata Hermanto, Suhendri tidak terbukti menguasai uang tersebut. Dia mengatakan uang miliaran rupiah hasil pengadaan bibit dan pakan fiktif itu berada di sebuah showroom mobil, Jasco. Hermanto juga mengatakan ahli digital forensik, yang dihadirkan oleh penuntut umum dalam persidangan, tidak dapat menunjukkan bukti recovery rekaman CCTV di Jasco yang bisa menjelaskan aliran uang itu.
“Jadi harapan kami, semoga Hakim Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara Aquo bisa melihat secara seksama kesalahan penerapan hukum tersebut, sehingga dapat memvonis bebas terdakwa Suhendri dan Zulfikar atas tuduhan yang selama ini dialamatkan kepada mereka,” kata Hermanto.***