JAKARTA – Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) menyampaikan empat usulan penting kepada pemerintah dalam rangka menjaga keberlanjutan industri media di tengah pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran.
Usulan itu disampaikan langsung dalam audiensi bersama Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, beberapa waktu lalu.
Ketua Forum Pemred, Retno Pinasti, mengungkapkan bahwa hampir seluruh perusahaan media saat ini menghadapi tekanan berat akibat ketimpangan regulasi antara media konvensional dan platform digital.
Ia menekankan perlunya campur tangan negara untuk memastikan industri media tidak tertinggal dalam kompetisi yang tidak seimbang.
“Media membutuhkan dukungan nyata dari negara, sebagaimana sektor strategis lainnya. Dukungan ini penting untuk menjaga independensi, kualitas, serta keberlanjutan media di tengah arus digital yang makin deras,” kata Retno di Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Retno menekankan pentingnya membangun kesepakatan aturan bersama untuk mewujudkan kesetaraan (equal playing field) antara media konvensional dan digital, sekaligus menciptakan ruang publik yang sehat, beretika, dan sesuai nilai-nilai bangsa.
Forum Pemred merinci empat poin utama yang diharapkan masuk dalam revisi UU Penyiaran, pertama dukungan negara untuk media nasional. Media massa nasional perlu diperlakukan sebagai industri strategis, seperti tekstil dan pertanian.
Negara harus memberi dukungan, terutama bagi media yang taat hukum, kode etik, dan standar konten. Selain itu, diperlukan regulasi terhadap subjek hukum di platform seperti YouTube, TikTok, Instagram, dan lainnya.
Kedua keselarasan visi dengan regulator, visi media, komunitas jurnalis, dan regulator harus sejalan untuk menciptakan keadilan dalam ekosistem digital. Ini mencakup pengawasan terhadap algoritma platform digital yang mempengaruhi distribusi konten dan pembentukan opini publik.
Tiga adaptasi terhadap teknologi, termasuk AI. Media harus aktif beradaptasi dengan teknologi terkini, termasuk kecerdasan buatan (AI). Retno menyebut media bukan sekadar pengguna, tetapi juga bagian dari rantai ekosistem AI yang akan menentukan masa depan industri informasi. Keempat kepatuhan platform digital terhadap UU Pers dan UU Penyiaran.
Platform digital harus tunduk pada regulasi nasional untuk melindungi ruang publik digital dari konten ilegal seperti ujaran kebencian, SARA, kekerasan, pornografi, fitnah, dan pelanggaran hak cipta.
Menanggapi usulan tersebut, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga kebebasan pers dan tidak akan membiarkan revisi UU Penyiaran menjadi alat pembatas ruang redaksi.
“RUU Penyiaran sedang dibahas di DPR. Kami berharap pembahasan ini tuntas dan menjawab tantangan yang dihadapi industri media saat ini,” ujar Nezar.
Senada, anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin menegaskan bahwa proses legislasi masih terbuka bagi berbagai masukan publik, khususnya dari komunitas pers dan media. Ia juga menyoroti pentingnya membedakan penyiaran konvensional dengan layanan digital seperti Netflix, YouTube, dan TikTok, yang belum terakomodasi dalam aturan saat ini.
“Kami akan segera mengundang platform-platform besar itu agar bisa duduk bersama dan merumuskan kesepakatan yang adil untuk dimasukkan ke dalam UU Penyiaran,” kata Nurul.***