DP3A: Kemiskinan Faktor Pernikahan Anak Terjadi di Aceh

BERITA, DAERAH401 Dilihat

Acehupdate.net, BANDA ACEH – Pelaksana tugas Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Aceh, Tiara Sutari, menyatakan kemiskinan salah satu faktor pernikahan anak meningkat di provinsi berjulukan serambi mekkah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di 2023, jumlah anak di Aceh 1.920 jiwa. Namun trend pernikahan usia dini tersebut terus meningkat meskipun di bawah rata-rata nasional.

“Pernikahan anak di Aceh terus meningkat meski fluktuatif. Namun menjadi titik kritis pada generasi Aceh mendatang,” katA Tiara dalam acara diskusi peran media dan jurnalis perempuan mencegah pernikahan di bawah usia 19 tahun, di Sekretariat Aceh Bergerak, Jumat, 24 Mei 2024.

Dikatakan Tiara, pernikahan anak terjadi salah satu penyebabnya karena kemiskinan dan pola asuh orang tua yang salah, sehingga terjadi pergaulan bebas dan akhirnya anak hamil di luar nikah. Selanjutnya budaya menikahkan anak di bawah 19 tahun.

“Pandangan orang tua mereka tidak ada larangan menikah di dalam agama karena anak usia baligh sehingga bisa dinikahkan. Padahal dalam UU nomor 16 tahun 2019 telah diatur batas usia menikah adalah 19 tahun,” jelasnya.

Ia menjelaskan akibat terjadinya pernikahan usia dini, hak-hak anak dicabut secara paksa. Biasanya anak sulit melanjutkan pendidikan, belum siap secara reproduksi ataupun kesiapan mental membina rumah tangga.

Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah HAM Flower Aceh, Gebrina Rezeki, mengatakan bahwa saat ini perkawinan anak cukup tinggi dan terdapat bahaya akibat kejadian tersebut.

“Tanpa kita sadari kita sudah terbiasa dengan hal tersebut. Bahkan menganggap itu hal lumrah,” ucapnya.

Ia menyebutkan dampak negatif dari pernikahan anak yakni maraknya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), terganggu psikologis, gangguan reproduksi, kematian ibu dan anak, putus sekolah, masalah ekonomi hingga bullying.

“Pernikahan dini  bisa melahirkan anak stunting yakni kondisi pertumbuhan terhambat secara fisik dan mental,” ucapnya.

Selain itu, kata Gebrina, dapat membebani orang tua dalam hal pengasuhan, ekonomi serta nafkah. JugA menimbulkan perceraian karena disharmonisasi keluarga.

“Susah mendapat pekerjaan karena tidak memiliki ijazah, sehingga berdampak kepada penelantaran karena tidak mau bertanggung jawab atau peduli terhadap anak,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *