DPRA: Pengalihan Empat Pulau Aceh ke Sumut Bentuk Pengkhianatan Negara

BERITA, POLITIK30 Dilihat

BANDA ACEH – Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Nazaruddin alias Tgk Agam, mendesak pembentukan Panitia Khusus (Pansus) guna mengusut dugaan rekayasa pengalihan empat pulau dari wilayah Aceh ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Empat pulau dimaksud yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, yang selama ini secara historis dan administratif masuk dalam wilayah Aceh.

Menurut Tgk Agam, persoalan ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan sudah mengarah pada bentuk pengkhianatan terhadap kedaulatan Aceh, yang diduga kuat melibatkan kepentingan kelompok kapitalis.

Baca Juga: Aceh Kembali Perjuangkan Empat Pulau, Pemerintah Siapkan Dokumen Kesepakatan Lama

“Kami mencium adanya upaya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang difasilitasi oleh oknum di Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya jelas, untuk membuka jalan bagi kelompok tertentu yang mengincar potensi sumber daya alam di kawasan tersebut,” ujar Tgk Agam, Senin, 16 Juni 2025.

Ia menyebut dasar pengalihan wilayah itu merujuk pada dokumen yang diteken Gubernur Aceh, Gubernur Sumut, dan Mendagri pada 1992. Dokumen tersebut dinilai kontroversial karena dinyatakan bertentangan dengan fakta sejarah dan hukum, termasuk arsip peninggalan Belanda yang memperkuat klaim kepemilikan Aceh atas keempat pulau.

Baca Juga : Iran Ajak Dunia Islam Bersatu Hadapi Agresi Israel

“Kalau ini bukan pesanan kapitalis, tak mungkin ada pejabat yang berani melanggar fakta historis dan hukum. Bahkan arsip Nederland yang menyatakan pulau-pulau itu milik Aceh diabaikan begitu saja. Ini pelanggaran hukum secara formil maupun materiil,” ujarnya.

Tgk Agam menekankan bahwa DPRA tidak boleh lagi sekadar berwacana. Menurutnya, Pansus harus segera dibentuk untuk mengusut kasus ini secara menyeluruh. Jika ditemukan indikasi pidana, DPRA akan mendesak agar kasus ini dilaporkan langsung ke Presiden demi penegakan hukum.

“Ini bukan semata-mata soal kehilangan wilayah, tapi penghancuran marwah Aceh. Kami tidak akan tinggal diam,” katanya.

Baca Juga: Ustadz Masrul Aidi Sentil “Pahlawan Kesiangan” Muncul Setelah Empat Pulau Aceh Lepas

Ia juga mengingatkan bahwa kasus ini dapat menimbulkan instabilitas politik dan berpotensi melanggar butir-butir dalam MoU Helsinki 2005, yang menjadi dasar perdamaian antara Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia. Sebagai langkah antisipatif, Tgk Agam mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penjaga Wilayah untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.

Selain itu, ia mendesak DPRA melakukan evaluasi menyeluruh terhadap batas wilayah Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

“Ini soal harga diri Aceh. Siapa pun yang terlibat dalam pengkhianatan ini harus diungkap. Rakyat Aceh berhak tahu siapa pengkhianatnya,” kata Tgk Agam.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *