KPPPA Sebut Perempuan Harus Jadi Garda Terdepan Kebijakan Iklim di Aceh

BERITA, DAERAH287 Dilihat

Acehupdate.net, BANDA ACEH – Staf Ahli Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Bidang Gender dan Perubahan Iklim, Chandra Sugarda, mengatakan perempuan di Aceh harus menjadi garda terdepan dalam kebijakan perubahan iklim.

Namun, kata dia, peran dan keterlibatan perempuan dalam adaptasi serta mitigasi perubahan iklim tersebut seringkali terkendala dengan akses pendanaan, pelatihan, dan kebijakan lingkungan masih terbatas.

“Jika kebijakan lingkungan tidak menargetkan perempuan secara khusus, maka mereka sering kali terpinggirkan dalam akses pendanaan dan pengambilan keputusan. Padahal, perempuan memiliki peran besar dalam pengelolaan hutan, pertanian, dan sektor lingkungan lainnya,” kata Chandra dalam diskusi terkait ‘Kebijakan Responsif Gender dalam Menghadapi Perubahan Iklim dan Transisi Energi’, Selasa, 11 Februari 2025.

Untuk memperkuat peran perempuan dalam kebijakan iklim, kata dia, Aceh telah menerapkan Transfer Anggaran Berbasis Ekologi (TAPE) melalui Peraturan Gubernur Aceh Nomor 56 Tahun 2022.

Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan insentif bagi daerah yang berhasil mengelola lingkungan dengan baik. Di mana, salah satu indikator utama dalam TAPE adalah perlindungan perempuan dan anak, yang kini menjadi bagian dari kebijakan lingkungan berkelanjutan.

“Bisa juga dengan memberikan insentif tambahan bagi desa atau kabupaten/kota yang mengadopsi program adaptasi berbasis komunitas yang dibutuhkan oleh perempuan,” kata Chandra.

Selain itu, dia juga mendorong berbagai inisiatif yang lebih responsif gender, termasuk pendanaan khusus bagi usaha ekonomi perempuan di sektor ramah lingkungan, seperti pertanian organik dan energi terbarukan. Dia juga menegaskan penting adanya pembangunan infrastruktur adaptasi iklim berbasis gender, termasuk akses air bersih dan tempat evakuasi ramah perempuan hingga perlu adanya perlindungan sosial bagi perempuan yang kehilangan mata pencaharian akibat terdampak perubahan iklim, seperti asuransi iklim dan bantuan langsung tunai.

“Perempuan ini perlu ditargetkan, terutama apabila perempuan yang kehilangan mata pencahariannya, itu akan lebih sulit untuk mencari alternatif lain, sehingga penting adanya perlindungan sosial bagi mereka,” ujarnya.

Menurutnya, dengan semakin besarnya keterlibatan perempuan dalam kebijakan lingkungan, Aceh diharapkan tidak hanya lebih tangguh menghadapi perubahan iklim, tetapi juga mampu menciptakan keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh masyarakat.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *