Soal Pergub Siluman, Mantan Pj Gubernur Safrizal: Teknisnya Kepala BPKA yang Paham

BERITA10 Dilihat

BANDA ACEH – Mantan Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA, memilih tidak banyak berkomentar terkait polemik Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2024 yang memuat pembayaran utang proyek Multi Years Contract (MYC) senilai Rp 43,9 miliar.

Anggaran tersebut menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena tidak tercantum dalam dokumen resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) Tahun 2024.

“Teknisnya kepala BPKA yang paham,” ujar Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri itu dikutip AJNN, Kamis lalu.

Untuk diketahui, Safrizal dilantik sebagai Penjabat Gubernur Aceh pada 22 Agustus 2024 dan mengakhiri masa jabatannya pada 12 Februari 2025, setelah pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur definitif, Muzakir Manaf dan Fadhlullah.

Pergub No. 33 Tahun 2024 tersebut merupakan perubahan atas Pergub sebelumnya terkait pelaksanaan APBA 2024. Isinya mencantumkan pembayaran utang penyesuaian harga atas tujuh paket proyek MYC senilai Rp43,9 miliar yang sebelumnya tidak terdapat dalam dokumen resmi APBA-P 2024 maupun dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Dinas PUPR.

Temuan ini diungkap oleh BPK Perwakilan Aceh dalam Laporan Hasil Pemeriksaan. Dalam laporan tersebut, BPK menyoroti bahwa pembayaran utang proyek MYC Tahun Anggaran 2020–2022 itu tidak melalui proses penganggaran yang sah, karena tidak tercantum dalam Qanun APBA-P 2024 dan DPPA.

Anehnya, pembayaran ini justru muncul dalam Pergub No. 33/2024 yang diterbitkan hanya empat hari sebelum akhir tahun anggaran. BPK menilai langkah tersebut melanggar sejumlah regulasi, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya pada Lampiran Bab VI mengenai Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan Perubahan APBD.

Menurut BPK, penyusunan dan pelaksanaan anggaran tanpa melalui prosedur yang sah berisiko mengganggu kesehatan fiskal Pemerintah Aceh dan menghambat terwujudnya prinsip good governance.

BPK menyebut persoalan ini disebabkan oleh kurang cermatnya Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dalam mematuhi ketentuan penyusunan anggaran, khususnya dalam hal mekanisme pembayaran utang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *