Putusan Korupsi BRA Dinilai Janggal, MaTA Pertanyakan Sisa Kerugian Negara Rp 15,7 Miliar

BERITA, HUKUM361 Dilihat

Acehupdate.net, BANDA ACEH – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai adanya kejanggalan dalam putusan kasus korupsi pengadaan bibit ikan untuk korban konflik di Aceh Timur yang melibatkan Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Pasalnya, dari total kerugian negara sebesar Rp 15,7 miliar, hanya Rp 2,6 miliar yang dibebankan kepada terdakwa sebagai uang pengganti.

“Artinya, hanya segitu uang yang dikembalikan. Dari total kerugian negara 15,7 miliar, kemana sisa uang hasil korupsi? Siapa yang menikmati? Kenapa tidak ada penyelidikan lebih lanjut soal ini? Ini patut dicurigai,” kata Alfian, Senin, 24 Maret 2025.

Dalam putusan Pengadilan, dua dari enam terdakwa, Suhendri dan Zulfikar, masing-masing hanya diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar dan Rp 1,6 miliar. Menurut Alfian, angka ini jauh dari total kerugian negara dan malah menimbulkan pertanyaan terkait transparansi kasus ini.

“Kita melihat ada ketidaksinkronan antara jaksa dan hakim dalam putusan ini. Uang hasil kejahatan tidak disita, padahal seharusnya dalam kasus korupsi ada barang bukti yang jelas. Tapi kali ini tidak ada penyitaan sama sekali,” ujarnya.

MaTA menduga ada mafia yang bermain dalam kasus ini, termasuk kemungkinan keterlibatan elit politik tertentu yang turut menikmati hasil korupsi.

“Dalam kasus ini, kemungkinan besar uang hasil korupsi tidak hanya dinikmati oleh enam terdakwa, tetapi juga pihak lain yang belum tersentuh hukum,” kata Alfian.

Selain minimnya pengembalian uang negara, Alfian juga menyoroti absennya penyitaan aset dalam kasus ini. Padahal menurutnya, dalam kasus korupsi sebelumnya, aparat penegak hukum selalu menyita aset atau uang hasil kejahatan sebagai barang bukti dan untuk memastikan pemulihan kerugian negara.

“Biasanya, dalam kasus korupsi, uang hasil kejahatan itu disita. Tapi kali ini, tidak ada penyitaan sama sekali. Ini satu-satunya kasus korupsi di Aceh yang tidak ada penyitaan asetnya,” kata dia.

Untuk itu, MaTA mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh segera mengajukan banding atas putusan ini demi memastikan keadilan dan pemulihan kerugian negara yang sesungguhnya.

“Kita mendesak Kejati Aceh untuk mengajukan banding, karena kalau tidak, ini akan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi. Koruptor akan semakin berani karena tahu hukumannya ringan dan uang hasil korupsi bisa tetap dinikmati,” demikian Alfian.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *