BANDA ACEH — Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar mengatakan penambahan empat batalyon TNI di Aceh bertentangan dengan perjanjian damai Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (RI-GAM) atau MoU Helsinki yang ditandatangani di Finlandia pada 15 Agustus 2005 silam.
“Selama perdamaian berlaku, masyarakat Aceh semakin merasa aman dan merasa bahwa pemerintah berkomitmen kepada perjanjian damai MoU Helsinki 2005. Malah, pihak eks kombatan GAM bahu-membahu saling menjaga keamanan sejak tahun 2005-2025,” kata Wali Nanggroe menanggapi rencana penambahan empat batalyon TNI di Aceh, Sabtu (3/5/2025).
Menurut Wali Nanggroe, geopolitik dunia saat ini, hubungan negara-negara berdekatan dengan Indonesia (ASEAN) baik-baik aja. Ini termasuk India, Sri Langka, Bangladesh dan Asutralia.
Menurutnya, alasan untuk menambah personel TNI di Aceh tidak tepat.
“Seandainya ada ancaman dari luar, rakyat Aceh dapat diharapkan untuk menantang musuh yang datang dari luar. Sejarah Aceh telah membuktikan Aceh sendiri dapat menantang Portugis selama ini lebih dari 100 tahun, Belanda 70 tahun dan Jepang 3,5 tahun,” ungkap Wali Nanggroe.
“Yang harus digaris bawahi adalah kepercayaan dan komitmen bersama pada apa yang telah disepakati, adalah benteng pertahanan yang kokoh dan pintu memasuki era pembangunan Aceh di masa depan yang cemerlang,” tambah Wali Nanggroe Malik Mahmud Alhaytar.
Seperti diketahui, Kementerian Pertahanan RI akan membangunan empat Batalyon Teritorial Pembangunan (YTP) dalam wilayah jajaran Kodam IM, yakni di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah dan Aceh Singkil.
Rencana pembangunan Batalyon Teritorial Pembangunan di Aceh Pidie akan dilaksanakan oleh PT Performa Trans Utama, pembangunan Batalyon Teritorial Pembangunan di Nagan Raya akan dilaksanakan oleh PT Kartika Bhaita, pembangunan Batalyon Teritorial Pembangunan di Aceh Tengah akan dilaksanakan oleh PT Rezeki Selaras Mandiri, dan pembangunan YTP wilayah Aceh Singkil dilaksanakan oleh PT Teguh Karya Sejati.