Acehupdate.net – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa PT Gag Nikel (PT GN) memiliki hak khusus untuk melakukan kegiatan tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Meski Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara tegas melarang aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung, PT GN bersama 12 perusahaan lainnya mendapat pengecualian melalui ketentuan hukum yang berlaku.
Hanif menjelaskan, legalitas tambang PT GN merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004, yang mengizinkan kegiatan tambang di kawasan hutan tertentu. Tambahan payung hukum diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 2004, yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 12 Mei 2004.
Dalam konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Minggu (8/6/2025), Hanif menyebut bahwa seluruh wilayah Kabupaten Raja Ampat merupakan kawasan hutan. Namun PT Gag Nikel telah memenuhi seluruh persyaratan perizinan dan beroperasi secara legal berdasarkan pengecualian yang diberikan.
Keppres Nomor 41 Tahun 2004 menetapkan bahwa 13 izin atau perjanjian pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya UU Kehutanan tetap dapat melanjutkan kegiatan sampai masa izinnya berakhir. Pelaksanaan usaha tambang di kawasan hutan lindung dilakukan berdasarkan skema pinjam pakai lahan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
Berikut daftar 13 perusahaan tambang yang memperoleh hak istimewa untuk tetap beroperasi di kawasan hutan lindung:
PT Freeport Indonesia, beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua, untuk produksi tambang tembaga dan emas dengan luas 10.000 hektar, dan eksplorasi di Mimika, Paniai, Jaya Wijaya, serta Puncak Jaya seluas 202.950 hektar
PT Karimun Granit di Kepulauan Riau, produksi granit, luas 2.761 hektar
PT Inco Tbk di Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara, produksi nikel, luas 218.528 hektar
PT Indominco Mandiri di Kalimantan Timur, produksi batubara, luas 25.121 hektar
PT Aneka Tambang di Maluku Utara, produksi nikel, luas 39.040 hektar
PT Natarang Mining di Lampung, tahap konstruksi tambang emas, luas 12.790 hektar
PT Nusa Halmahera Minerals di Maluku Utara, produksi dan eksplorasi emas, luas 29.622 hektar
PT Pelsart Tambang Kencana di Kalimantan Selatan, eksplorasi emas, luas 201.000 hektar
PT Interex Sacra Raya di Kalimantan Timur dan Selatan, studi kelayakan batubara, luas 15.650 hektar
PT Weda Bay Nickel di Maluku Utara, eksplorasi nikel, luas 76.280 hektar
PT Gag Nikel di Papua, eksplorasi nikel, luas 13.136 hektar
PT Sorikmas Mining di Sumatera Utara, eksplorasi emas, luas 66.200 hektar
PT Aneka Tambang di Sulawesi Tenggara, eksplorasi nikel, luas 14.570 hektar
Kementerian Lingkungan Hidup menegaskan bahwa selama perusahaan-perusahaan ini memenuhi peraturan dan perizinan yang berlaku, kegiatan tambang mereka tidak melanggar hukum meskipun berada di kawasan hutan. Namun demikian, publik dan penggiat lingkungan terus menyoroti dampak ekologis dari eksploitasi sumber daya alam di wilayah hutan lindung, terutama di kawasan sensitif seperti Raja Ampat yang dikenal sebagai surga keanekaragaman hayati laut dunia.