Acehupdate.net, BANDA ACEH – Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal, menyayangkan insiden penembakan terhadap warga Indonesia, di dua di antaranya merupakan warga Aceh di perairan Malaysia pada Jumat lalu. Ia meminta agar permasalahan ini dapat diusut tuntas oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
“Pemerintah Aceh mendorong agar dilakukan penyelidikan menyeluruh atas insiden ini. Termasuk apakah penggunaan kekuatan mematikan oleh aparat APMM (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia) sudah sesuai prosedur,” kata Safrizal, Selasa, 28 Januari 2025.
Kronologi Insiden Penembakan
Andry Ramadhana (30) dan Muhammad Hanafiah (40), warga Aceh, menjadi korban dalam insiden penembakan oleh aparat APMM di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, pada Jumat, 24 Januari 2025. Andry yang berasal dari Gampong Keude Pante Raja, Kecamatan Panteraja, Pidie Jaya, mengalami luka tembak di lengan, sementara Muhammad yang berasal dari Gampong Alue Bugeng, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur, terkena tembakan di paha dan kini masih menjalani perawatan di rumah sakit Malaysia.
Selain Andry dan Muhammad, empat WNI lainnya juga menjadi korban dalam insiden tersebut, termasuk satu anak buah kapal (ABK) yang meninggal dunia. Para korban diketahui tengah dalam perjalanan pulang secara ilegal menggunakan boat melalui jalur belakang.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Sudirman (Haji Uma), mengungkapkan bahwa terjadi kejar-kejaran antara APMM dan boat yang ditumpangi 26 WNI. Meskipun polisi Malaysia menyebutkan sempat terjadi perlawanan dari pihak korban, Haji Uma mengonfirmasi bahwa korban mengaku tidak melawan, mengingat mereka adalah masyarakat sipil tanpa alat apapun untuk melawan.
“Jikapun terjadi perlawanan, mereka menggunakan apa? Karena mereka hanya masyarakat sipil, tidak memiliki alat apapun,” ujar Haji Uma.
Setelah insiden penembakan, boat yang ditumpangi korban berhasil meloloskan diri dan menepi di hutan bakau di Malaysia. Para korban kemudian dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Pemerintah Terus Lakukan Koordinasi dengan Kemenlu Haji Uma juga mengungkapkan bahwa ia telah berkomunikasi dengan Direktur Perlindungan WNI/BHI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha, untuk memastikan kasus ini diselidiki dan dituntaskan secara hukum.
“Karena apa yang dilakukan mereka mengabaikan prosedur keamanan dan hak asasi manusia,” cetus Haji Uma.
Pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi dengan KBRI dan pemerintah Malaysia untuk memastikan masalah ini dibawa ke jalur hukum. Haji Uma juga mengingatkan masyarakat Aceh dan WNI secara umum untuk menggunakan jalur resmi saat pulang ke Indonesia, mengingat banyaknya kasus penggunaan paspor pelancong untuk bekerja di Malaysia. Paspor tersebut sering kali membuat warga terjebak dalam status overstay, dengan denda imigrasi yang cukup besar.
“Jika menggunakan paspor pelancong, setelah 28 hari masa visa habis, mereka bisa overstay hingga lima tahun,” jelas Haji Uma.
Ia juga mengungkapkan, saat ini Malaysia belum membuka pembayaran denda konformitas imigrasi, yang menyebabkan banyak WNI tidak bisa pulang melalui jalur resmi.
“Konformitas Imigrasi baru akan dibuka pada Februari mendatang, jadi jika warga ingin pulang secara resmi, masih belum memungkinkan,” ujar Haji Uma.
Pentingnya Penegakan Hukum dan Perlindungan WNI Haji Uma menegaskan bahwa warga Indonesia harus dihargai dan diperlakukan dengan adil, mengingat kontribusi mereka yang besar di Malaysia, baik sebagai pekerja legal maupun ilegal.
Ia menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus terus memperjuangkan hak-hak WNI agar tidak diperlakukan secara diskriminatif.
“Malaysia tidak boleh melindungi penjahat, baik itu penegak hukum atau bukan. Hubungan antara Malaysia dan Indonesia jangan sampai retak hanya karena sikap anarkis dari aparat mereka,” tegas Haji Uma.