Acehupdate.net, BANDA ACEH – Seorang gadis berusia 17 tahun berinisial (PAF) asal Kabupaten Pidie, diduga menjadi korban perdagangan orang (human trafficing) dan pemerkosaan di Malaysia.
Kasus tersebut terungkap pada Selasa (24/12/2024) usai Ketua Umum Solidaritas Ummah Ban Sigom Aceh (SUBA), Tgk Bukhari Ibrahim menerima telpon masuk dari korban yang mengaku sedang dikurung di salah satu hotel di Malaysia.
“Korban menelpon saya hari Senin, tapi belum sempat langsung saya datangi karena ada pekerjaan di luar Kuala Lumpur. Sehingga kemarin, hari Selasa baru saya datangi langsung,” kata Bukhari Rabu (25/12/2024).
“Saat dalam kondisi seperti itu awalnya korban tidak tahu harus melaporkan ke mana. HP yang ada sama dia nomornya diganti dengan nomor baru.
Namun terakhir, mungkin dia ingat salah satu nomor orang yang ada di kampungnya, lalu orang itu mencari nomor saya dan memberikan ke korban, jadi korban akhirnya menelpon saya hari Senin kemarin,” lanjutnya.
Berdasarkan pengakuan korban, jelas Bukhari, gadis 17 tahun ini sudah berada di hotel tersebut sejak satu bulan lalu.
Selama di hotel tersebut korban dipaksa untuk melayani pria hidung belang.
Bahkan, lebih parahnya di hotel tersebut korban juga diduga pernah diperkosa secara bergilir oleh sejumlah pria dengan kondisi tangan dan kaki diikat.
“Di hotel tersebut dia dikurung dan diancam jika melawan,” ujar Bukhari.
Awal Mula Tiba di Malaysia
Bukhari menjelaskan, korban awalnya tiba di Malaysia pada 29 Oktober 2024.
Ketibaannya di Negeri Jiran tersebut karena tergoda dengan iming-iming pekerjaan yang ditawari oleh salah seorang agen.
“Agennya juga orang Aceh ada di Kota Lhokseumawe dan dia bekerja sama dengan agen gelap di Malaysia,” katanya.
Saat awal-awal tiba di Malaysia, kata Bukhari, korban mengaku tidak diberikan pekerjaan apapun. Melainkan hanya tinggal di tempat agen yang membawanya.
Namun, sejak sebulan terakhir tiba-tiba agen tersebut mengancam dan mempekerjakan korban secara paksa sebagai pekerja seks di salah satu hotel.
“Atas kejadian ini korban saat ini kurang sehat dan mengalami trauma. Korban saat ini juga butuh istirahat,” kata Bukhari.
Bukhari sangat menyesalkan kelalaian pihak imigrasi di Aceh yang meloloskan keberangkatan korban ke Malaysia. Padahal data korban jelas-jelas dipalsukan oleh agen.
“Gadis ini umurnya 17 tahun, tetapi karena susah diberangkatkan ke Malayasia pihak agen memalsukan dokumen korban sehingga jadi 24 tahun. Namanya juga di tukar, jadi saya heran kenapa imigrasi meloloskannya,” ungkapnya.
Untuk itu, Bukhari meminta Pemerintah Aceh dan pihak terkait untuk turun tangan mengawal kasus ini.
Ia juga berharap kepada para anggota DPR dan DPD asal Aceh untuk melakukan penelusuran ke pihak Imigrasi.
“Selain itu wakil rakyat juga harus menekan pihak terkait agar menjalankan aturan sesuai dengan undang-undang berlaku. Sehingga hal yang fatal seperti ini tidak lagi menimpa anak bangsa,” katanya.
Bukhari menambahkan, terkait kasus ini pihaknya juga sudah menghubungi pihak Kedutaan RI di Malaysia.
“Mereka siap untuk meminta pertanggung jawaban kepada catatan sipil dan imigrasi terkait dokumen korban yang dipalsukan itu lolos dari verifikasi,” pungkasnya.
Senator Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Azhari Cage, dengan tegas mengecam tindakan perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan perempuan asal Aceh ke Malaysia.
Ia menyebut perbuatan tersebut sebagai tindakan biadab dan tidak bermoral yang mencoreng nilai-nilai kemanusiaan dan adat istiadat Aceh.
Senator Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Azhari Cage, dengan tegas mengecam tindakan perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan perempuan asal Aceh ke Malaysia.
Ia menyebut perbuatan tersebut sebagai tindakan biadab dan tidak bermoral yang mencoreng nilai-nilai kemanusiaan dan adat istiadat Aceh.
Bukannya menjaga sesama masyarakat Aceh, malah tega menjualnya ke negeri orang,” tegas Azhari Cage.
Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dan Polri, untuk segera mengusut tuntas kasus ini hingga ke akarnya
“Saya meminta agar para pelaku diberikan hukuman berat yang setimpal dengan perbuatannya.
Dimana moral mereka yang tega menjual anak-anak Aceh untuk dijadikan pelacur? Ini tindakan terkutuk dan tidak bisa ditolerir,” lanjutnya.
Selain meminta penegakan hukum, Azhari Cage juga menyerukan kepada pemerintah Aceh yang baru serta Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini.
Ia menegaskan pentingnya menciptakan lapangan kerja di Aceh sebagai solusi untuk mengatasi pengangguran dan mencegah masyarakat Aceh dari praktik perdagangan orang.
“Tugas utama pemerintah Aceh yang baru adalah membuka lapangan kerja agar masyarakat Aceh tidak terjerumus ke dalam jurang kemiskinan.
Hasil kekayaan Aceh harus dinikmati oleh masyarakat Aceh sendiri,” tegasnya.
Azhari Cage juga meminta perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta yang beroperasi di Aceh untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal.
“Jangan sampai hasil bumi Aceh dikuras, sementara masyarakatnya kelaparan.
Ini tanggung jawab moral perusahaan untuk memberdayakan masyarakat lokal,” katanya.
Ia berharap langkah tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum dapat segera dilakukan agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Menurutnya, ini adalah momentum bagi Aceh untuk bersatu menjaga kehormatan dan masa depan masyarakatnya.