Besok, Ratusan Buruh di Banda Aceh Turun ke Jalan Tuntut Optimalisasi Qanun Ketenagakerjaan

BERITA184 Dilihat

BANDA ACEH – Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun, mengatakan ratusan buruh dari berbagai elemen serikat pekerja di Banda Aceh akan turun ke jalan dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day pada Kamis, 1 Mei 2025, besok.  Aksi tersebut akan melibatkan aliansi buruh, baik dari konfederasi, federasi, hingga pemerhati isu ketenagakerjaan di Aceh.

“Kita ingin menyampaikan bahwa gerakan buruh yang setiap tahun diperingati ini bukan hanya soal tuntutan, tapi juga bagian dari upaya mencari solusi yang berdampak bagi masyarakat dan pekerja,” kata Habibi, Rabu, 30 April 2025.

Murutnya, aksi ini menjadi ruang bagi buruh untuk menyuarakan sejumlah persoalan ketenagakerjaan yang dinilai belum terselesaikan. Salah satu tuntutan paling mendesak yakni optimalisasi implementasi Qanun Ketenagakerjaan Aceh.

“Qanun ini memang menjadi prioritas, karena disana dibahas soal upah yang layak, penghapusan sistem outsourcing, pencegahan PHK, kemudian tentang keselamatan tenaga kerja. Ini paling urgent disuarakan agar pekerja bisa bebas dari kecemasan kondisi yang membahayakan di masa depan,” ujarnya.

Habibi juga menyinggung soal kondisi buruh sektor informal, seperti pekerja di sektor UMKM, yang masih menerima upah di bawah Rp 1 juta, bahkan tidak mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan.

“Kami juga mendorong agar pekerja informal ini didaftarkan dalam program jaminan sosial. Ini penting karena mereka juga punya risiko kerja tinggi. Pemerintah bisa melibatkan CSR perusahaan besar untuk mendukung jaminan sosial ini,” kata dia.

Isu pekerja perempuan juga turut menjadi sorotan dalam aksi besok. Habibi mengatakan masih banyak pelanggaran terhadap hak-hak buruh perempuan, termasuk cuti hamil dan melahirkan. Bahkan, kata dia, FSPMI Aceh pernah menangani kasus pelecehan di tempat kerja yang menimpa buruh perempuan di Aceh.

“Perempuan harus berani speak up, berani bicara, dan berani melapor. Karena semestinya ruang kerja itu aman dan adil, kita ingin hal-hal yang merugikan baik fisik maupun psikis bagi pekerja perempuan itu diberantas. Termasuk bagi penyandang disabilitas yang juga punya hak atas pekerjaan layak,” demikian Habibi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *