800 Ribu Gen Z di Aceh Menganggur

BERITA, DAERAH343 Dilihat

Acehupdate.net, BANDA ACEH – Akademisi dari Universitas Syiah Kuala (USK), Profesor Abd. Jamal, menilai bahwa pemerintah Aceh yang baru perlu memberi perhatian serius terhadap fenomena not in employment, education, and training atau NEET di kalangan Gen Z. Apalagi, jumlah Gen Z di Aceh merupakan yang terbesar ketiga di Indonesia setelah Papua dan Maluku.

Jamal menyebut sekitar 28,56 persen Gen Z di Aceh tergolong NEET. Artinya mereka tidak bekerja, tidak mengenyam pendidikan, dan tidak mengikuti pelatihan. Jika dikalkulasikan, ada sekitar 800.000 Gen Z di Aceh yang berada dalam kondisi ini.

“Ini situasi yang berbahaya karena ke depan, mereka akan menjadi generasi seperti apa? Saat ini, Gen Z berusia antara 13 hingga 28 tahun, dan jika mereka tidak mendapatkan akses ke pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan, maka mereka berpotensi menjadi pengangguran dalam jumlah besar. Akibatnya, kemiskinan akan meningkat dan mereka dapat tersisih secara sosial,” ujarnya, Jumat, 14 Februari 2025.

Jamal berharap pemerintah baru di Aceh harus segera mencari solusi konkret. Kebijakan dan program strategis diperlukan untuk mengatasi fenomena NEET ini.

Menurutnya, pemerintah perlu memastikan bahwa generasi muda memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau agar jumlah kelompok NEET tidak terus meningkat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan subsidi pendidikan, sehingga minimal mereka dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Selain itu, pemerintah juga harus berfokus pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan keterampilan (soft skills) bagi generasi muda. Terlebih, dalam kampanyenya, Mualem berjanji akan menekan angka kemiskinan di Aceh dalam 100 hari pertama pemerintahannya, sehingga harus ada tindakan yang konkret dan progresif. Jamal juga menyoroti pentingnya pemerataan pembangunan ekonomi di Aceh guna mengurangi ketimpangan antarwilayah.

Menurutnya, konsep pusat pertumbuhan ekonomi berbasis desa bisa menjadi solusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah terpencil.

“Pemerintah harus menyeimbangkan pembangunan agar tidak hanya terfokus di kota besar. Desa-desa perlu mendapatkan perhatian lebih, terutama dalam aspek ekonomi dan infrastruktur,” katanya.

Ia menegaskan bahwa ini merupakan kesempatan bagi pemerintah baru untuk membuktikan komitmennya dalam membangun Aceh. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang dibuat harus berbasis data dan masukan dari berbagai pihak agar benar-benar efektif.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *