BANDA ACEH – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh, Agus Chusaini, mengatakan uang yang masuk dan keluar dari Aceh sekitar 40 persen. Hal itu diketahui berdasarkan diskusi yang dilakukan BI Perwakilan Aceh dengan pihak perbankan.
“Sebenarnya BI tidak melakukan perhitungan itu, kita melihat uang itu seperti air dan mau kemana saja silakan. Itu informasi dari teman-teman perbankan kira-kira 40 persen,” kata Agus Chusaini, Kamis, 31 Juli 2025.
Agus menegaskan BI tidak memiliki data pasti mengenai besaran uang yang keluar maupun masuk di Aceh, karena sulitnya mengukur pergerakan uang secara detail.
Baca Juga: OJK Desak Pembentukan Jamkrida Syariah, UMKM Aceh Diharap Tak Lagi Seret Modal
“Angka konkret enggak ada, kita tidak menghitung berapa uang yang keluar dan masuk ke Aceh. Secara makro BI yang berada di Medan dan Aceh sama saja, memandang perekonomian tetap dalam konteks nasional,” ucapnya.
Kata dia, fenomena ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan normal dalam mekanisme ekonomi. Menurutnya hal tersebut disebabkan karena memang produsen ada di luar daerah dan masyarakat mengonsumsi barang dan jasa yang berasal dari luar Aceh.
“Supaya uang tidak keluar, harusnya produksi barang jasa ada di Aceh, itu aja kuncinya. Kalau kita mau belanja sesuatu yang kita enggak bisa produksi harus bayar ke sana kan? Itu aja sih sebenarnya, enggak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan,” ucapnya.
Menurutnya dari segi ekonomi, uang masyarakat Aceh yang dibelanjakan ke luar daerah tentunya berdampak kepada ekonomi Aceh. Sehingga Aceh lebih baik jika memproduksi barang dan jasa sendiri karena dapat mempercepat pergerakan ekonomi Aceh.
Baca Juga: Bank Aceh: Dana Rekening Dormant Tetap Aman, Nasabah Diimbau Aktif Bertransaksi
Pihaknya juga merekomendasikan agar barang dan jasa dapat diproduksi di Aceh karena ekonomi akan tumbuh jika produksi dan konsumsi terjadi di daerah tersebut. BI juga berusaha mendorong pemerintah agar memfasilitasi semua pelaku usaha agar memiliki kesempatan untuk memproduksi barang dan jasa di Aceh.
“Kita ada beberapa rencana, misalnya gimana ngembangin telur ayam harus di Aceh. Enggak usah dari Medan yang harus didatangkan. Kemudian ada beberapa produk yang harapannya itu hilirisasinya dilakukan di Aceh seperti nilam, cabai dan lainnya,” ucapnya.
Ia menyebutkan pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, sehingga seluruh komponen yang ada di Aceh harus bersatu menciptakan suasana yang aman untuk berinvestasi di Aceh.
“Kalau ingin menarik investor, pemerintah daerah bisa memberikan insentif seperti penangguhan pajak daerah serta menjamin kemudahan perizinan. Selain itu, SDM juga penting karena industri butuh tenaga kerja yang siap,” ucapnya.***
Sumber: Ajnn