BANDA ACEH – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Republik Indonesia, Stella Christie, tidak mempermasalahkan kebijakan pembatasan jam malam bagi siswa. Menurutnya, aturan tersebut merupakan kebijakan pemerintah daerah.
“Saya rasa kalau kita jalankan bersama dan itu sesuatu yang bisa memperbaiki lingkungan di sini, saya rasa tidak -masalah-,” kata Stella Christie kepada awak media, Kamis, 8 Mei 2025.
Pernyataan itu disampaikan Wamendiktisaintek RI tersebut menanggapi perihal surat edaran Dinas Pendidikan Aceh tentang pengendalian aktivitas murid di malam hari hingga pukul 22.00 WIB.
Menurut Stella Christie, aturan tersebut merupakan suatu kebijakan dari pemerintah yang sudah mempertimbangkan kebaikan maupun keuntungan dari diterapkannya regulasi itu.
“Jadi ini adalah suatu kebijakan yang diambil pemerintah,” ujar Stella Christie.
Meski merupakan produk yang dibuat oleh pemerintah, namun aturan tersebut masih dalam konteks lokal dan tidak bisa diterapkan secara nasional. Pemerintah pusat pun dikatakannya tidak ada mempertimbangkan aturan seperti itu.
“Ohh saya rasa tidak ada pertimbangan seperti itu sementara ini. Masing-masing daerah punya pertimbangan masing-masing,” kata Wamendiktisaintek RI.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Pendidikan Aceh memberlakukan jam malam bagi siswa jenjang pendidikan menengah dan pendidikan khusus di Tanoh Rencong. Pemberlakuan tersebut tertera dalam Surat Edaran (SE) Nomor 400.3.8/5936 Tahun 2025 tentang pengendalian aktivitas murid di malam hari.
“Waktu malam harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh murid untuk kegiatan yang bermanfaat dan istirahat cukup. Ini merupakan upaya konkret dalam menumbuhkan kebiasaan hidup teratur, sesuai dengan nilai-nilai agama dan amanat Qanun Aceh tentang penyelenggaraan pendidikan serta kebijakan nasional tentang penguatan karakter,” kata Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, di Banda Aceh, Senin 5 Mei 2025.
Menurut dia, edaran ini dikeluarkan sebagai bentuk perhatian serius Pemerintah Aceh untuk mencegah kenakalan remaja yang sering terjadi pada larut malam sekaligus meningkatkan kualitas akademik, vokasi, dan pembentukan karakter murid, terutama di jenjang Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus.
Marthunis menjelaskan poin penting dari edaran ini di antaranya adalah dorongan kepada orang tua untuk memastikan anak-anak mereka tidak berada di luar rumah setelah pukul 22.00 WIB, kecuali untuk kepentingan yang mendesak dan tetap didampingi. Orang tua juga diimbau berinteraksi dengan anak-anak secara hangat dan terlibat dalam kegiatan malam yang positif, seperti belajar atau diskusi keluarga.
“Kepala satuan pendidikan pun diminta menyelenggarakan kegiatan sosialisasi tentang pola asuh remaja di lingkungan sekolah,” katanya.
Marthunis menambahkan, seluruh kepala cabang dinas pendidikan di wilayah kabupaten/kota diminta membangun koordinasi dengan pemerintah daerah, camat, hingga aparatur gampong/desa dan lembaga terkait lainnya untuk bersama-sama mengawasi aktivitas murid di malam hari.
“Sosialisasi yang masif diharapkan bisa membangun kesadaran kolektif seluruh elemen masyarakat dalam mendukung gerakan ini,” kata Marthunis.
Sebagai tindak lanjut, Dinas Pendidikan Aceh juga akan memantau pelaksanaan edaran ini melalui laporan dari satuan pendidikan dan cabang dinas wilayah. Evaluasi berkala akan dilakukan guna memastikan implementasi kebijakan berjalan efektif di lapangan.
Selain itu, dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perangkat desa juga akan dioptimalkan agar pesan moral dan edukatif dari edaran ini benar-benar meresap di kalangan keluarga dan peserta didik.
“Pemantauan dan evaluasi berkala menjadi kunci dalam mengukur dampak kebijakan, sementara kolaborasi lintas sektor, terutama dengan tokoh masyarakat dan agama serta diharapkan memperluas jangkauan pembinaan karakter murid hingga ke lingkungan sosial terdekat mereka,” kata dia.***