Senator Aceh Sebut Harus Ada Kepmendagri dan Permendagri Terbaru Terkait Batas Wilayah

BERITA, POLITIK33 Dilihat

BANDA ACEH – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Azhari Cage, menegaskan pentingnya penetapan hukum atas pengembalian empat pulau yang sebelumnya disengketakan antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). Khususnya regulasi berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) atau Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Hal ini disampaikannya usai penandatanganan kesepakatan antara Gubernur Aceh, Muzakir Manaf dan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, di Jakarta, pada Selasa, 17 Juni 2025.

“Kesepakatan ini harus ditindaklanjuti dengan Kepmendagri atau Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), agar tidak menimbulkan khilafiah atau pertentangan di kemudian hari,” kata Azhari Cage, seperti dikutip AJNN, Selasa, malam.

Dia mengatakan kesepakatan hari ini memang kembali merujuk perjanjian yang pernah ditandatangani oleh Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar, pada 1992.

Bahkan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian serta Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, Kesepakatan, turut mengesahkan kesepakatan terbaru tersebut selain tanda tangan Muzakir Manaf dan Bobby Nasution.

Namun demikian, kata Azhari Cage, penetapan hukum sangat penting untuk mencegah pelanggaran kesepakatan di masa depan, terutama jika muncul kepentingan tertentu.

“Kita tidak ingin permasalahan seperti ini terulang kembali. Maka harus ada aturan yang baku dan sah yang menetapkan batas wilayah tersebut secara jelas,” ujar senatror asal Aceh tersebut.

Azhari Cage juga menyampaikan keberhasilan ini adalah hasil perjuangan kolektif antara rakyat, DPR RI dan DPD RI asal Aceh, kepala daerah, serta tokoh masyarakat, yang berhasil menghadirkan data-data valid untuk menguatkan klaim Aceh atas empat pulau itu.

Oleh karena itu, anggota DPD RI ini ingin agar pengembalian wilayah tersebut tidak lagi menimbulkan gangguan atau perselisihan di kemudian hari. Penetapan resmi dari Kemendagri menjadi kunci agar kebenaran sejarah tidak diputarbalikkan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *