BENER MERIAH – Tayangan video berdurasi 50 detik tentang sekelompok anak perempuan di bawah umur beraksi tak senonoh lewat live akun TikTok mengundang kekhawatiran warga Bener Meriah. Pasalnya, aksi sekelompok remaja yang diduga berasal dari Bener Meriah itu mengarah pada suka sesama jenis dan cenderung terlalu tabu bagi masyarakat Aceh, meski hanya sekadar untuk mengejar konten viral di media sosial.
“Sudah saya lihat, sangat begitu miris. Memang kasus serupa (suka sesama jenis-red) sudah terjadi di Kabupaten Bener Meriah, ada beberapa kasus yang kita tangani,” ungkap seorang Psikolog Bener Meriah, Ismi Niara Bina seperti dilansir AJNN, Jum’at, 2 Mei 2025.
Ismi mengatakan, terjadinya kasus kenakalan remaja bermula dari kurangnya pemahaman orang tua terhadap tahap tumbuh kembang seorang anak. Dia mengatakan orang tua seharusnya paham bahwa anak yang masuk ke fase remaja akan banyak perubahan dan memiliki gejolak yang dialami.
“Kenapa harus paham, supaya bisa mengarahkan anak ke masa berikutnya. Di masa remaja, anak–anak sudah bisa memilih apa yang dia suka, tidak terlalu bergantung kepada orang tua,” katanya.
Sambung Ismi, dalam kondisi masa remaja, orang tua harus paham bahwa itu adalah tahapan perubahan, bukan tahapan anak membangkang kepada orang tua.
“Jadi orang tua jangan menganggap negatif dengan cara memarahi anak yang dapat berefek seorang anak menjauh dari orang tua,” kata Ismi.
Dia menegaskan, anak–anak di masa remaja telah disibukkan bermain bersama teman-teman sebaya mereka. Ismi menganjurkan, pada fase tersebut seharusnya hubungan anak tidak boleh menjauh dari orang tua.
“Jika sudah menjauh dari orang tua, maka anak akan lebih memilih mendengarkan teman–temannya, karena temannya lebih cenderung menerima dia apa adanya. Temannya juga tidak pernah marahin dia, efeknya apa? Si anak akan terjerumus ke arah kenakalan remaja,” ungkapnya.
“Jadi para orang tua harus merangkul anak–anaknya. Ajak mereka berbicara, jangan menjauh dari mereka,” ujar alumni Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Faktor kenakalan remaja selanjutnya, kata Ismi, anak yang berasal dari keluarga broken home atau istilah yang merujuk pada keluarga yang tidak lagi utuh karena berbagai alasan seperti perceraian. Namun menurutnya, broken home tidak hanya istilah perceraian, tapi ada orang tuanya yang masih bersama-sama, tetapi kondisinya tidak harmonis. Kondisi ini juga dapat berdampak signifikan terhadap perkembangan psikologis anak.
“Jadi, meski kita sebagai orang tua ada masalah, tolong jangan kesampingkan hak anak, jangan sampai anak kehilangan orang tua,” harap Ismi.
Selain itu, dirinya beharap kepada para orang tua juga tetap menjaga lingkungan tempat anak bermain. Menurut Ismi, tumbuh kembangnya anak di usia remaja berpengaruh dari faktor lingkungan.
“Nah, yang perlu digaris bawahi adalah seorang remaja dapat pengaruh orientasi seksual yang menyimpang awalnya tidak menerima, pasti ada gejolak batin, ia anggap hal itu benar atau tidak,” katanya.
Di fase itu, sambung Ismi, jika anak tersebut dekat dengan oran tua, maka kehangatan, penerimaan serta kasih sayang orang tuanya bisa menjauhkan anak dari orientasi seksual yang menyimpang.
“Namun, kalau hubungannya tidak dekat dengan orang tua, maka ia lebih memilih mendengar lingkungan yang mengarah ke penyimpangan. Jadi, kondisinya murni pengaruh lingkungan dan dipersulit lagi dengan kondisi komunikasi yang tidak baik bersama orang tua,” tutup Ismi.
Ismi belum mengetahui alamat pasti keberadaan anak-anak yang ada dalam video tak senonoh tersebut. Padahal Ismi mengaku akan melakukan pendampingan kepada anak yang menurutnya telah menjadi korban.***