Banda Aceh – Pihak Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh membantah tudingan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan proyek lanjutan pembangunan Gedung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Tahap II.
Rektor USK, Prof Dr Ir Marwan, Selasa (10/6/2035) menegaskan seluruh proses pengadaan hingga pelaksanaan proyek dilakukan sesuai dengan regulasi dan prinsip pengelolaan keuangan yang akuntabel.
Pernyataan ini disampaikan USK sebagai klarifikasi atas munculnya pemberitaan yang dinilai tidak akurat dan cenderung menyesatkan publik.
Rektor menyatakan, sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), USK memiliki otonomi dalam mengelola keuangan non-APBN, termasuk dalam penyusunan aturan pengadaan barang dan jasa.
“USK sudah menjalankan seluruh tahapan sesuai dengan ketentuan hukum. Menyebut adanya pelanggaran kontrak atau pengadaan tanpa dasar jelas merupakan bentuk pencemaran nama baik,” tegas Rektor.
Rektor menjelaskan, landasan hukum pengadaan barang/jasa di lingkungan USK didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2022, khususnya Pasal 92 ayat (3), yang menegaskan bahwa pengadaan dengan dana non-APBN wajib diatur melalui Peraturan Rektor (Pertor).
“Dengan status PTN-BH, kami memiliki kewenangan menyusun kebijakan internal. Namun, semua tetap mengacu pada prinsip transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas,” jelasnya.
Penyusunan Pertor juga melibatkan banyak pihak melalui forum publik dan Focus Group Discussion (FGD), termasuk dari LKPP, Kejaksaan, BPKP Aceh, Polda Aceh, dan KADIN. Hal ini membuktikan bahwa prosesnya dilakukan terbuka dan profesional.
Isu Proyek FKIP dan Sistem Pengawasan
Mengenai proyek Gedung FKIP Tahap II, USK menjelaskan bahwa kontrak pengawasan dilaksanakan berdasarkan sistem time-based atau waktu penugasan, bukan berbasis hasil akhir. Detail tugas pengawasan tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang menjadi bagian dari kontrak.
“Konsultan pengawas melaksanakan tugas sesuai KAK, termasuk aspek kualitas, kuantitas, dan progres pekerjaan. Laporan mingguan juga dilakukan secara rutin bersama kontraktor, PPK, dan tim teknis,” terang Rektor.
Ia menegaskan bahwa tudingan pengawasan hanya formalitas administratif tidak berdasar dan sangat merugikan institusi.
Soal Wanprestasi dan Kontrak yang Berakhir
Rektor juga menjelaskan penyedia jasa yang tidak menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dianggap wanprestasi. Maka, sesuai ketentuan, masa kontrak dianggap berakhir demi hukum. Setelahnya, seluruh pekerjaan di lapangan wajib dihentikan dan diserahterimakan secara administrasi kepada PPK.
“Jika kontraktor tetap melanjutkan pekerjaan tanpa perpanjangan kontrak dan tanpa pengawasan, maka pekerjaan itu tidak sah dan tidak bisa dibayar,” tegasnya.
USK juga menyampaikan bahwa sebelum kontrak dihentikan, telah dikeluarkan Surat Peringatan 1, 2, dan 3 sebagai bentuk prosedur peringatan resmi. Surat penghentian yang dikeluarkan PPK merupakan langkah legal dan sah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
Menanggapi narasi yang menyebut USK melanggar aturan atau melakukan praktik tidak adil dalam pengadaan, Rektor menolak keras tuduhan tersebut.
Ia mengingatkan menilai lembaga publik tanpa dasar data resmi, apalagi audit oleh lembaga berwenang seperti BPK, BPKP, atau APIP, adalah tindakan tidak bertanggung jawab.
“Kami terbuka untuk kritik konstruktif. Tapi kami menolak fitnah dan tuduhan tanpa bukti. USK menjunjung tinggi integritas,” tegas Prof. Marwan.
USK menyatakan akan terus memperkuat sistem pengadaan dan pengawasan agar tetap sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dan regulasi yang berlaku bagi PTN-BH.