Acehupdate.net, BANDA ACEH – Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Taufiq A Rahim, mengungkapkan persoalan pemilihan calon Direktur Utama Bank Aceh Syariah (BAS) merupakan permainan elit Pemerintah Aceh. Adapun pemegang sahamnya yaitu Gubernur Aceh dan Wali Kota serta Bupati.
“Jadi sesungguhnya urusan BAS ini sangat eksklusif dan ini Bank milik Pemerintah Aceh, bukan milik rakyat Aceh. Hanya saja banyak dan atau ada uang rakyat Aceh yang tersimpan serta berada di BAS,” kata Taufiq, Selasa, 18 Maret 2025.
Menurutnya permasalahan pasang dan copotnya Direktur BAS itu sesuai dengan keinginan serta kepentingan pejabat Aceh, karena bank tersebut bukan milik rakyat Aceh, baik secara prisipil, operasional dan kinerja.
“Jika rakyat mau tahu siapa yang menjadi direktur juga untuk apa, karena dalam dunia operasional perbankan sering kali menggunakan jargon ‘rahasia bank’. Jadi segala sesuatu yang berkenaan dengan bisnis perbankan yang menikmati untung dari kegiatan dan atau bisnis hanya mereka, jelas baik pemahaman teoritis, akademis dan pragmatis bukan rakyat,” jelasnya.
Hanya saja, kata Taufiq, rakyat menggunakan jasa dan bisnis mereka sebatas simpan-pinjam uang untuk transaksi keuangan. Jika-pun ingin berharap lebih dari siapapun yang menjadi Direktur Utama BAS, itu merupakn urusan pemilik saham atau modal bank tersebut.
“Karena yang mereka praktikkan adalah kerja-kerja bisnis dan mencari atau menciptakan keuntungan untuk yang berhubungan dengan pemilik dan pengelola bank tersebut,” ucapnya.
Taufiq menjelaskan secara operasional keuangan atau moneter perbankan tidak mudah dipahami oleh masyarakat luas dan awam, Direktur Utama hanya menjaga kondisi likuiditas dan solvabilitas. Operasional praktik dan kinerja perbankan sesuai aturan yang dibangun bank, termasuk sistem manajemen yang telah dirancang, diatur secara profesional modern.
“Disamping itu, tetap tunduk dan patuh terhadap sistem yang ditetapkan oleh peraturan dan perundang-undangan perbankan Indonesia, juga evaluasi dan monitoring oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Sentral/Bank Indonesia yang memiliki aturan tersendiri. Jadi tidak mudah dipahami masyarakat, kecuali yang berurusan dengan urusan manajemen keuangan dan jasa perbankan yang rumit dan sulit dipahami pihak luar,” jelasnya.
Menurut Taufiq, persoalan yang berhubungan dengan rakyat Aceh adalah, banyak uang rakyat Aceh di Bank Aceh Syari’ah (BAS), baik uang aparatur sipil negara (ASN) di bawah Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota, uang simpan-pinjam yang terbanyak adalah bersifat konsumtif, uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), uang proyek letter of credit/LC dan banyak lagi uang lainnya, serta banyak juga ribuan rekening misterius yang tersimpan di BAS.
“Namun jika dihitung-hitung untuk dana Corporate Social Responsibility (CSR), kecil sekali dan hanya sekian persen saja. Baik melalui bahagian dari Qadrul Hasan dan lain sebagainya. Karena itu, prinsip bisnis jasa keuangan perbankan adalah profit oriented, secara rasional dan realistis memiliki pemilik dan bertanggung jawab kepada pemiliknya siapapun Direktur Utama-nya,” kata dia.***