Pelantikan Kepala Daerah Ditunda, Jangan Samakan Aceh dengan Daerah Lain

OPINI113 Dilihat

Oleh: Dr. Usman Lamreung

BERGULIR wacana penundaan pelantikan gubernur, wali kota, dan bupati terpilih dalam Pilkada serentak 2024 oleh Pemerintah Pusat. Wacana ini muncul akibat belum tuntasnya penyelesaian sengketa hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi atau MK.

Penundaan ini mungkin dianggap tidak menjadi masalah bagi kalangan elit politik. Namun hal ini sejatinya bertentangan dengan hak rakyat. Di Pilkada lalu, rakyat telah memilih pemimpin baru dengan penuh harapan. Terutama setelah lebih dari dua tahun terjadi kekosongan kekuasaan di daerah, yang hanya diisi oleh pejabat sementara yang ditunjuk Pusat dengan kewenangan terbatas.

Karena itu, gubernur, wali kota, dan bupati yang telah terpilih sebaiknya segera dilantik agar dapat mulai merealisasikan janji-janji politik mereka. Rakyat sudah terlalu lama menunggu kehadiran pemimpin definitif untuk bekerja mewujudkan hak demokrasi mereka.

Jika pelantikan bisa dipercepat, mengapa harus ditunda? Bagi daerah yang tidak memiliki sengketa di MK, pelantikan seharusnya dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan melalui Perpres pada 7 Februari 2025.

Terlebih lagi, Aceh sebagai daerah dengan status kekhususan seharusnya melaksanakan pelantikan gubernur dan wakil gubernur sesuai aturan dalam UUPA, yaitu di hadapan sidang paripurna DPRA. Pelaksanaan amanah ini tidak boleh diabaikan agar UUPA tidak terus dilemahkan oleh ketidakberdayaan lembaga politik di Aceh.

Hingga kini, banyak ketentuan dalam UUPA yang telah terabaikan, meski diperjuangkan dengan pengorbanan besar. UUPA seharusnya menjadi tanggung jawab para politisi dan elit di legislatif maupun eksekutif untuk dilaksanakan. Jika mereka tidak mampu menjalankan amanah ini, tidak perlu lagi berbicara tentang kekhususan Aceh, karena tindakan mereka hanya menunjukkan ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan.

DPRA dan DPRK harus bersinergi untuk berkomunikasi dengan Pemerintah Pusat, agar pelantikan kepala daerah dapat dilaksanakan sesuai kekhususan Aceh. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, tidak ada lagi alasan untuk membanggakan kekhususan Aceh.

Rakyat Aceh menantikan langkah nyata dari DPRA dalam berkomunikasi dengan Pemerintah Pusat, sehingga pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dapat berjalan sesuai kekhususan Aceh. Jangan sampai pelantikan ini disamakan dengan daerah lain, karena hal tersebut hanya akan menjadi bentuk lain dari pengabaian terhadap UUPA.

 

*Penulis adalah Akademisi dari Unaya Aceh Besar dan Pengamat Politik di Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *