Mari Akhiri Polemik Ijazah Jokowi dengan Kesimpulan: “Insya Allah Palsu”

BERITA, OPINI6 Dilihat
Oleh: Sri Radjasa MBA (Pemerhati Intelijen)

 

Bertahun-tahun pikiran, tenaga dan dana dikuras hanya untuk bersilang sengketa soal ijazah Jokowi. Bahkan beberapa orang harus menderita mendekam di penjara, karena keputusan hukum abal-abal.

Ternyata kita berada pada waktu dan tempat yang salah, ketika ekspektasi kita terlalu tinggi, untuk memperoleh keadilan dan kebenaran.

Kasus sengketa soal keaslian ijazah Jokowi, menjadi bukti sejarah yang harus dicatat untuk diingat oleh anak cucu kita, bahwa bangsa ini pernah mengalami lintasan sejarah jahiliyah, dimana kebenaran hanya ditentukan oleh siapa yang mengatakan.

Tuntutan kejujuran hanya diberlakukan kepada rakyat, sementara para penguasa dan keluarganya, tanpa rasa malu berlomba berbohong.

Ciri khas para pejabat tinggi dan tokoh politik di Indonesia adalah, ketika mereka berbicara dihadapan publik, kemudian masyarakat percaya, pada saat yang bersamaan sang pejabat dan tokoh politik tersebut bingung, karena mereka sendiri tidak percaya atas apa yang dibicarakan.

Kembali kepada kisruh ijazah Jokowi, ada pihak yang menuding tindakan Roy Suryo, dr Tifa dan Rismon, sangat tidak sesuai dengan etika ketimuran, bahkan dianggap tidak santun. Lantas para “relawan tak suka Jokowi”, mengklaim bahwa Jokowi berhasil mengemban seluruh tugasnya sebagai Presiden, namun hanya satu yang Jokowi tidak mampu mengembannya yaitu bersikap jujur.

Dari berbagai temuan bukti kepalsuan ijazah Jokowi, ditinjau dari aspek ilmiah, ketidak sesuaian keterangan pengakuan, bantahan pihak yang namanya dilibatkan sebagai dosen pembimbing dan dokumen pelengkap sebagai syarat kelulusan sarjana di UGM, sudah sepatutnya disimpulkan bahwa ijazah milik Jokowi adalah bukan asli.

Sekalipun hasil penyidikan pihak polisi, menyatakan ijazah jokowi adalah identik, tidak akan membatalkan sanksi moral yang telah dijatuhkan oleh rakyat sebagai pemilik sah atas kedaulatan negara ini.

Jika Jokowi tetap berpegang teguh pada kebohongan, maka rakyat dengan suara bulat telah berketetapan “silahkan tinggalkan negeri ini”.

Mengapa Jokowi harus ngotot mengklaim sebagai sarjana, sementara bangsa ini tidak butuh pemimpin pintar tapi tidak jujur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *