BANDA ACEH – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Pidie, Buchari, bersama tiga orang lainnya didakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan jalan Leuen Tanjong–Seukeumbrok di Kecamatan Padang Tiji, Pidie. Proyek ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) tahun 2022.
Selain Buchari, tiga terdakwa lainnya adalah Risnandar selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Muhammad Fadhli sebagai pelaksana proyek dari CV Rajawali Citra Utama, serta Faisal, konsultan pengawas dari CV Beinjohn Consultant.
Dakwaan terhadap keempat terdakwa dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pidie, Abrari Rizki Falka dan M. Razi, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Selasa, 10 Juni 2025. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim M. Jamil, didampingi hakim anggota R. Deddy dan Harmi Jaya.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Buchari dan Risnandar telah menyetujui pembayaran 100 persen atas proyek jalan tersebut, meskipun volume pekerjaan dan kualitas material tidak sesuai dengan kontrak. Tak hanya itu, pengujian terhadap hasil pekerjaan juga tidak dilakukan sebelum pembayaran disahkan.
“Para terdakwa tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Mereka menyetujui pembayaran tanpa memastikan kesesuaian pelaksanaan di lapangan,” kata jaksa di hadapan majelis hakim.
Proyek jalan tersebut dibiayai melalui Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Penugasan dengan pagu anggaran mencapai Rp 6,02 miliar. Nilai kontrak pekerjaan sebesar Rp 5,96 miliar, dengan pelaksana CV Rajawali Citra Utama. Perencanaan dikerjakan oleh CV Zefa Engineering Consultant dan pengawasan oleh CV Beinjohn Consultant.
Setelah proyek selesai, kerusakan ditemukan pada permukaan jalan, termasuk penurunan dan retakan pada aspal, padahal proyek masih dalam masa pemeliharaan. Kerusakan ini diduga disebabkan penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi. Akibat kelalaian tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 677 juta.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).***