BANDA ACEH – Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (PB HUDA), Tgk. Dr. H. Anwar Usman, MM, yang akrab disapa Abiya Kuta Krueng, secara tegas mendorong Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, H. Muzakkir Manaf (Muallem) dan Fadhlullah (Dek Fad), untuk segera menjumpai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, guna membawa data dan dokumen resmi terkait kepemilikan Aceh atas empat pulau di wilayah Kabupaten Aceh Singkil yang belakangan diklaim sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara.
“Ini bukan hanya soal tapal batas administratif, tetapi soal kedaulatan dan amanah yang dititipkan kepada pemimpin Aceh oleh rakyatnya. Kami mendesak Muallem dan Dek Fad segera menemui Presiden Prabowo dengan membawa dokumen dan bukti historis serta administratif agar penyelesaian dapat dilakukan secepatnya dan dalam koridor negara hukum,” tegas Abiya Kuta Krueng dalam keterangannya kepada media, Sabtu (7/6/2025).
Empat pulau yang dimaksud merupakan bagian dari gugusan wilayah Aceh Singkil yang menurut dokumen resmi selama ini termasuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.
Namun sejak beberapa tahun silam muncul klaim bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Sumatera Utara, sehingga memicu kegelisahan di tengah masyarakat perbatasan.
Menurut Abiya Kuta Krueng, sikap tegas pemerintah Aceh sangat diperlukan dalam persoalan ini, agar tidak berlarut-larut dan memicu konflik horizontal yang dapat merugikan ukhuwah dan kestabilan daerah.
“Dalam pandangan fikih Islam, menjaga wilayah (ḥimāyah al-dār) adalah bagian dari kewajiban kolektif (fardu kifayah) bagi pemerintah dan masyarakat muslim. Ulama seperti Imam al-Māwardī dan al-Ghazālī menegaskan bahwa pemimpin bertanggung jawab atas keamanan, integritas wilayah, dan kemaslahatan rakyat,” ujar Abiya.
Abiya juga mengingatkan bahwa dalam syariat Islam, prinsip kepemilikan dan penguasaan atas tanah harus jelas dan sah. Jika ada pihak lain yang mencoba mengambil tanpa hak, maka itu masuk dalam kategori ghaṣb (perampasan), yang dilarang dan wajib dilawan dengan cara yang konstitusional.
“Ini bukan soal ego kedaerahan, tapi soal kemaslahatan umum dan tanggung jawab syar’i. Keberadaan masyarakat Aceh Singkil yang selama ini telah hidup dalam struktur administrasi Aceh harus dijaga, jangan sampai mereka merasa diabaikan,” lanjutnya.
PB HUDA, kata Abiya, juga siap memberikan dukungan moral dan keulamaan kepada Pemerintah Aceh untuk menyelesaikan persoalan ini secara bermartabat, damai, namun tegas. Ia menilai, pendekatan dialog langsung dengan Presiden adalah langkah paling tepat dan strategis.
“Presiden Prabowo adalah tokoh yang punya komitmen terhadap integritas bangsa. Kami percaya, jika data dan argumentasi disampaikan dengan baik, beliau akan bijak dalam memutuskan,” ucapnya.
Abiya Kuta Krueng juga mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh, khususnya para tokoh dayah dan ulama, untuk tetap tenang dan tidak terpancing provokasi. Ia menekankan pentingnya mengedepankan jalur hukum dan diplomasi.
“Jangan sampai kita terpecah karena fitnah batas wilayah. Justru sekarang saatnya bersatu membela marwah Aceh dengan cara yang santun, cerdas, dan konstitusional. Kita punya sejarah, kita punya dokumen, dan kita punya hak,” tutupnya.
PB HUDA akan terus memantau perkembangan isu ini dan mengajak semua pihak, baik eksekutif, legislatif, maupun tokoh masyarakat, untuk turut berperan aktif dalam menjaga keutuhan wilayah Aceh sebagai bagian dari tanggung jawab sejarah dan amanah rakyat.