Dinamika Pemekaran Provinsi ALA di Aceh: Peluang atau Tantangan bagi Gubernur?

BERITA, OPINI217 Dilihat

Oleh: Zul Fikri*

 

WACANA pemekaran provinsi di Indonesia selalu menarik perhatian, terutama di Aceh yang memiliki dinamika sosial dan politik yang kompleks. Baru-baru ini, isu pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) kembali mencuat setelah sempat meredup. Rencana pemekaran ini mencakup enam kabupaten, yaitu Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, dan Subulussalam.

Pada 28 Maret 2025, sejumlah tokoh dari Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues berkumpul di Hotel Linge Land, Takengon, untuk membahas pemekaran Provinsi ALA. Bahkan, Ketua Komite Persiapan Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA), Assoc. Prof. Dr. Rahmat Salam, M.Si, telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Formatur untuk membentuk kepengurusan.

Pemekaran wilayah di Aceh sudah lama menjadi aspirasi masyarakat. Tujuan utamanya adalah mendekatkan pemerintahan kepada rakyat agar lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Selain itu, masyarakat wilayah ALA ingin memperjuangkan keadilan dalam pembangunan dan mempertahankan identitas budaya Gayo, Alas, dan Singkil. Isu ini semakin mencuat setelah Pemerintah Aceh mengumumkan rencana Pembangunan Strategis Aceh (PSA) 2025.

Dari 32 proyek strategis yang direncanakan, tidak satu pun dialokasikan untuk Aceh Tenggara, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Ketimpangan ini memicu kekecewaan masyarakat, terutama karena wilayah tersebut masih membutuhkan infrastruktur yang memadai, seperti jalan penghubung yang layak. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dan wakilnya, Fadhlullah, menghadapi dilema besar terkait isu pemekaran ini. Mendukung pemekaran bisa menjadi langkah strategis untuk memperoleh dukungan masyarakat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, pemekaran bisa memicu konflik sosial dan ketidakstabilan politik.

Gubernur harus memainkan peran sebagai penengah antara aspirasi masyarakat dan kebutuhan menjaga stabilitas Aceh secara keseluruhan. Pengambilan keputusan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap seluruh masyarakat. Pemekaran Provinsi ALA membawa sejumlah peluang. Sebagai provinsi baru, ALA berpotensi mendapatkan dana lebih besar dari pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur.

Selain itu, pemekaran juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan menarik investasi yang selama ini terabaikan. Dengan adanya pemerintahan yang lebih dekat dengan rakyat, masyarakat akan lebih mudah mengakses layanan pemerintahan dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Namun, pemekaran juga memiliki tantangan yang harus diantisipasi.

Perbedaan pendapat antara pendukung dan penolak pemekaran bisa menimbulkan ketegangan di masyarakat. Jika tidak dikelola dengan baik, pemekaran dapat memperkuat segregasi sosial dan etnis. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa pemekaran ini tidak mengganggu stabilitas politik dan sosial di Aceh. Pemekaran Provinsi ALA merupakan isu yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang bijak.

Gubernur Aceh perlu membuka dialog dengan semua pihak, melakukan kajian mendalam, serta menyiapkan strategi untuk mengatasi potensi risiko. Dengan langkah yang tepat, pemekaran dapat menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan justru menambah tantangan baru bagi Aceh.*** *)

 

 

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *