Dilaporkan ke Polda, Rektor USK Klarifikasi Pengadaan Gedung FKIP

BERITA34 Dilihat

BANDA ACEH – Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Profesor Marwan, menegaskan jika seluruh proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan kampus dilakukan sesuai ketentuan hukum.

Ia menyebutkan, USK telah berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), sehingga memiliki kewenangan otonom dalam pengelolaan keuangan, yang bersumber dari non-APBN, sebagaimana telah diatur secara tegas dalam beberapa peraturan perundang-undangan.

“Dengan adanya otonomi tersebut maka USK memiliki kewenangan untuk menyusun kebijakan dan sistem pengadaan barang/jasa yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan internal lembaga, dengan tetap menjunjung prinsip-prinsip akuntabilitas, efisiensi, transparansi, dan keadilan,” kata Marwan dalam keterangan tertulis, Ahad, 15 Juni 2025.

Sebelumnya diberitakan, Profesor Marwan, bersama sejumlah pejabat kampus, dilaporkan ke Polda Aceh atas dugaan penggelapan dan penipuan dalam proyek lanjutan pembangunan Gedung FKIP tahap II tahun 2024. Laporan tersebut disampaikan oleh Direktur CV. Jurongme Company, Samsul Bahri, pada 14 Juni 2025.

Dalam laporannya, Samsul menyebut sejumlah nama seperti Taufiq Saidi, Wakil Rektor IV sekaligus Kepala Satuan Unit Kerja Pengguna Anggaran (KaSUKPA); Suriadi, dosen fakultas teknik sekaligus PPK Pelaksana Konstruksi; Rudiansyah Putra, hingga konsultan pengawas, yang diduga terlibat dalam persoalan tersebut.

Menurutnya, dalam proyek tersebut telah terjadi pelanggaran prosedur dalam pemutusan kontrak kerja, manipulasi dasar hukum, serta dugaan pembiaran terhadap pekerjaan yang dilakukan di luar kontrak resmi.

Menanggapi hal tersebut, Prof Marwan menegaskan, dasar hukum pengadaan telah diatur dalam Pasal 92 ayat (3) PP Nomor 38 Tahun 2022 tentang PTNBH, yang menegaskan pengadaan yang sumbernya bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diatur melalui Peraturan Rektor (Pertor).

Terkait tudingan pelanggaran Pertor tentang pengadaan barang/jasa di USK, Prof. Marwan menyebut hal itu tidaklah benar. Menurutnya, semua proses pengadaan barang/jasa yang USK lakukan memiliki dasar hukum yang kuat, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, terkait laporan penyimpangan pengawasan pembangunan Gedung FKIP, ia juga menegaskan jika sistem pengawasan berjalan sesuai prosedur.

“Kontrak jasa pengawasan pekerjaan lanjutan tahap II pembangunan gedung FKIP USK berdasarkan Kontrak Waktu Penugasan. Pada kontrak pengawasan, bayaran didasarkan pada waktu kerja konsultan pengawas, bukan pada hasil akhir pekerjaan,” katanya.

Ia juga menyatakan, konsultan pengawas bekerja sesuai dengan KAK, addendum kontrak mencakup segi kualitas, kuantitas dan laju pencapaian volume/realisasi fisik. Progres pekerjaan juga dilaporkan secara rutin dalam rapat mingguan bersama PPK, kontraktor, dan tim teknis kampus.

Marwan pun menolak tudingan bahwa pengawasan di USK hanya formalitas belaka. Sebab menurutnya, hal ini bisa menjadi pencemaran nama baik dan fitnah terhadap institusi negara, dalam hal ini USK.

“Tuduhan seperti ini sangat berbahaya, karena menghakimi institusi publik berdasarkan opini subjektif dan bukan hasil audit resmi oleh lembaga yang berwenang seperti BPK, BPKP, atau APIP,” katanya.

Ia menjelaskan, berakhirnya masa kontrak tanpa tanpa penyelesaian pekerjaan sesuai target membuat penyedia dinyatakan wanprestasi. Seluruh proses penghentian pekerjaan dilakukan secara sah dan sesuai ketentuan, kontrak berakhir demi hukum.

Dalam mekanisme kontrak, lanjutnya, setelah masa pelaksanaan habis, penyedia jasa/kontraktor harus menghentikan semua kegiatan fisik di lapangan, menyerahkan seluruh hasil pekerjaan yang telah dikerjakan, dan melakukan serah terima administrasi kepada PPK, bukan malah melanjutkan pekerjaan tanpa ada permohonan perpanjangan waktu.

“Jika pekerjaan dilakukan di luar masa kontrak, tanpa permohonan perpanjangan waktu, dan tanpa konsultan pengawas maka pekerjaan itu tidak sah secara hukum kontrak serta tidak dapat dibayar,” tambahnya.

USK juga memastikan jika sebelumnya, pemberian Surat Peringatan 1 sampai 3 telah dilakukan secara bertahap kepada kontraktor. Ini menunjukkan bahwa proses pengakhiran kontrak telah melalui prosedur peringatan sebagaimana mestinya, bukan dilakukan tiba-tiba.

“Jadi semuanya sudah jelas, bahwa USK telah membuktikan semua proses pengadaan barang/jasanya telah sesuai ketentuan,” tutupnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *