BANDA ACEH – Kunjungan Direktur Utama PalmCo, Djatmiko K Sentosa, ke Regional 6 Aceh berakhir ricuh. Kunjungan tersebut dinilai tidak memberi solusi namun malah memperkeruh hubungan industrial antara Serikat Pekerja SPBUN dan manajemen PTPN IV.
Hal ini pun menuai kecaman dari Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe, T Emi Syamsyumi alias Abu Salam.
“Ia bukan datang untuk mendengar, tapi untuk mengatur dan mengacak-acak. Keputusan strategis tidak bisa ditentukan lewat sepucuk surat, tanpa dialog, tanpa transparansi, dan tanpa menghargai struktur lokal. Ini bukan gaya negara, ini gaya marsose, penjajahan gaya lama dalam bungkus birokrasi BUMN,” sembur Abu Salam.
Baca Juga: Ratu Narkoba Bireuen Dikenal Sosok Misterius
Abu Salam dengan lantang menuduh PalmCo dan jajaran manajemen PTPN IV bersikap neo-kolonial. Ia menyoroti kebijakan rekrutmen tenaga kerja yang selama ini mengabaikan SDM lokal Aceh untuk posisi strategis.
“Kami punya ribuan putra daerah yang mumpuni. Tapi selalu saja yang diberi jabatan penting adalah orang-orang dari luar. Sampai kapan Aceh hanya jadi ladang peras dan remas?” ujar Abu Salam.
Menurut data internal PTPN IV Regional 6, dari sekitar 3.482 pekerja aktif, hanya 24% yang menempati posisi struktural berasal dari Aceh, selebihnya berasal dari luar provinsi.
Baca Juga: Yulindawati: Ketua DPRA Harusnya tak Alergi dengan Penegakan Hukum
Jabatan strategis seperti manajer kebun, kepala divisi, hingga general manager dikuasai oleh tenaga kerja non-lokal—sebuah fakta yang memicu kecemburuan dan ketegangan berkepanjangan.
Konflik makin membara setelah Djatmiko dalam kunjungannya pada Jumat (4/7/2025), hanya mengarahkan rapat tertutup dengan karyawan pelaksana pilihan manajemen, tanpa melibatkan pengurus SPBUN Regional 6 Aceh.
Ketua SPBUN Regional 6 Aceh, Rusli Achmad, menyebut Djatmiko mengundang pihaknya secara mendadak pukul 16.50 WIB via Kabag Sekretariat Perusahaan, padahal SPBUN sedang menjamu tamu dari Dinas Tenaga Kerja Aceh.
Baca Juga: Ulama Iran Tawarkan Hadiah Rp 18,5 Miliar untuk Bunuh Trump
Saat Rusli meminta waktu tambahan, Djatmiko langsung menelepon dengan nada tinggi dan bahasa tidak sopan.
“Ia bicara kasar sekali, tak menghargai protokol organisasi. Lebih parah lagi, dia memilih hanya bertemu dengan ‘orang-orang pilihan’ manajemen. Ini bukan menyelesaikan masalah, ini mempermalukan struktur pekerja,” ujar Rusli.
Kunjungan Djatmiko itu juga dituding hanya untuk membela bawahannya terutama BRM, pejabat yang telah direkomendasikan Gubernur Aceh dan Komisi II DPR Aceh untuk dicopot karena berbagai konflik internal dan ketimpangan kepemimpinan.
“Kalau ada masalah, selesaikan dengan pendekatan musyawarah. Jangan malah datang sembunyi-sembunyi untuk lindungi satu orang. Ini bukan ladang mafia, ini institusi negara,” ujar Rusli geram.
Saat ini PTPN IV Regional 6 dihadapkan pada banyak masalah, seperti tunggakan gaji dan insentif yang mencapai Rp 6,3 miliar, dan 1.200 pekerja kontrak belum mendapat kepastian perpanjangan kontrak sejak April 2025, dan banyak lagi masalah lainnya.
Namun alih- fokus menyelamatkan perusahaan dan merangkul seluruh pihak, Djatmiko dinilai lebih sibuk mengatur agenda politik birokrasi internal, bahkan menyingkirkan SPBUN dari ruang diskusi.(*)






