Forbina, Minta BKSDA Jangan Tebang Pilih Dalam Penegakan Hukum Konservasi di Aceh

BERITA, DAERAH569 Dilihat

Acehupdate.net, BANDA ACEH- Ketua Forum Bangun Investasi  Aceh (Forbina) Muhammad. Nur meminta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar jangan tebang pilih dalam penegakan hukum konservasi di Aceh. Kesenjangan dan penggunaan standar ganda dalam penanganan Konflik satwa dan konflik agraria dalam hutan konservasi hanya akan menambah konflik baru dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap BKSDA.

” Kita melihat tidak ada sanksi hukum terhadap perusahaan ketika ditemukan gajah mati dalam areal izin perkebunan seperti yang terjadi di Aceh Barat, dan beberapa tahun sebelumnya juga pernah terjadi di Aceh Utara. Beda halnya jika satwa dilindungi tersebut mati dilahan perkebunan masyarakat, maka proses hukum dilakukan oleh pihak BKSDA” kata M. Nur pada Selasa (1/1)

Lebih lanjut Ia menegaskan bahwa  dalam Qanun Aceh No 11/2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar cukup tegas disebutkan ada sanksi administrasi terhadap perusahaan yang memegang izin yang melanggar dan/atau lalai yang menimbulkan ancaman terhadap keselamatan satwa liar dapat diberikan sanksi administrasi berupa penghentian sementara pelayanan administrasi, penghentian sementara kegiatan dilapangan, dan pencabutan izin” terangnya.

Muhammad Nur menyatakan sejauh ini BKSDA belum berani melakukan itu, hanya berani dengan rakyat kecil.

Kemudian, catatan buruk lainnya dalam hal penanganan konflik agraria dalam kawasan konservasi sebagaimana yang terjadi di suaka marga satwa rawa Singkil.

“Penggunaan aparat keamanan dalam menertibkan perkebunan masyarakat bukanlah cara dan strategi yang tepat diberlakukan di Aceh. Mengingat Aceh memiliki riwayat konflik berkepanjangan dan krisis lahan pertanian, dikhawatirkan akan lahir konflik baru antara warga dengan BKSDA” ujarnya

M. Nur mengatakan masih banyak strategi lain yang dapat di pakai lebih humanis dan tidak merugikan masyarakat kecil. Prilaku pengrusakan dan pemusnahan komoditas perkebunan masyarakat merupakan prilaku arogansi yang harus segera dihentikan oleh BKSDA.

Ketua Forbina itu menerangkan sepanjang tahun 2024, tercatat 180 kasus konflik antara manusia dan satwa liar. Jumlah ini menurun 21 % dibandingkan tahun 2023 yang mencatat total 218 kejadian” ucapnya.

Namun dalam periode lima tahun terakhir dari 2019 hingga 2024, tercatat total 896 konflik satwa-manusia di Aceh. Angka ini cukup memprihatinkan, terutama karena mendukung upaya konservasi secara maksimal.

M. Nur meminta Pemerintah Aceh harus mendesak pemerintah pusat untuk dievaluasi kinerja BKSDA di Aceh. BKSDA harus menghormati hak masyarakat adat dan kearifan lokal yang berlaku di Aceh.

“Melindungi kekayaan species kunci juga bagian dari investasi besar indonesia, maka Forbina menilai kegagalan BKSDA ini harus menjadi perhatian khusus Kementerian untuk menggantikan kepala BKSDA diAceh” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *