Jam menunjukkan pukul 10.00 waktu Korea Selatan saat saya dkk delegasi Indonesia bergerak naik bus dengan tujuan DMZ yang merupakan sebuah Zona Demiliterisasi Korea, sebuah area penyangga yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.
Dibentuk pada tahun 1953 setelah Perang Korea, DMZ memiliki panjang sekitar 250 kilometer dan lebar 4 kilometer. Zona ini berfungsi sebagai batas antara kedua negara dan merupakan salah satu area paling berduri di dunia.
Dan ternyata selain pengurus pusat khususnya yang bertanggung jawab untuk regional 1 didalam bus juga ada beberapa kawan dari delegasi Filipina ibu Maria Timbol bersama dengan timnya.
Suasana perjalanan terasa ibarat piknik keluarga sebegitu hommy kesan yang diciptakan oleh teman-teman pengurus IWPG Korea Selatan dan belum lama berjalan bus berhenti dan kita diminta turun diarahkan ke sebuah taman dengan rumah ciri khas Korea dekat dengan terowongan dan gedung besar tempat salah satu syuting film Korea yang berjudul 2521 yang cukup terkenal di Indonesia.
Kita mengambil beberapa photo dan sekaligus buang air mengingat perjalanan menuju perbatasan memakan waktu tempuh yang lumayan lama.
“Toiletnya jeut lih meunyo kheun ureung Aceh”, sangat bersih dan selama beberapa hari sudah dikorea memang belum pernah sekalipun mencium bau pesing, bau got apalagi bau sampah.
Beberapa game dengan pertanyaan silang mengenal Indonesia dan Filipina dengan hadiah-hadiah kecil semakin menambah rada bahagia, ibu-ibupun suka diberi hadiah bukan hanya anak-anak..waah.
Sepanjang jalan menuju perbatasan kami menikmati pemandangan sawah yang padinya mulai menguning dan ditengah sawah ada semacam bangunan dan ternyata itu adalah salah satu strategi untuk menyelamatkan tanaman dimusim dingin.
Korea menunjukkan diri bahwa teknologi dipersiapkan untuk menghadapi semua musim sehingga tidak mempengaruhi kualitas produksi, sesuatu bukan..?
Akhirnya sampailah kami diwilayah perbatasan dan seorang tentara masih muda wajah kinclong menaiki bus dan berbicara dengan pimpinan regional IWPG dan kami diminta menyerahkan paspor dan tidak berapa lama kemudian setelah dilakukan akurasi bus kembali bergerak menuju Restoran tempat kami akan dijamu dan ternyata disana sudah duluan ada Kim Simplis Barrow Farmer First Lady of Belize dan temannya dari Belize sedang menikmati hidangan yang terlihat sangat menggoda dan oh ternyata itu sayuran semuanya, murni makanan orang Korut yang sangat sederhana tapi cukup sehat.
Bayangkan dengan makanan kita orang Aceh penuh dengan lemak minyak dan rempah yang tinggi tapi apapun konsekwensi dan dampak saya tetap merasa makanan Aceh jauh lebih nikmat dan sedap walaupun kurang sehat. Lidah tak bisa berbohong.
Setelah makan kami menikmati secangkir kopi yang cukup nikmat dan melakukan sesi photo bersama di depan restoran dan disampingnya ada guci-guci besar yang dipakai untuk melakukan fermentasi makanan seperti Kimchi,Taucho dan lain-lain.
Ditawarkan juga kalau mau beli oleh-oleh Tau ho atau saos restoran menyediakannya dan saya pikir ada kemasan 100 ml ataupun 200 ml untuk kita beli sebagai oleh- oleh, ternyata botol terkecil hanya ada 500 ml dan harga taucho fantantis hampir mencapai angka 500 ribu berbeda sekali dengan harga taoucho kita, tak jadilah beli karena kocekpun melemah. Dalam hati saya menerka -nerka kenapa mahal kali ya harganya bisa jadi karena proses dan kualitasnya yang excelent.
Perang memang sangat mengerikan dan menyedihkan dan itu dimemorikan dalam tugu, berbagai pajangan photo dan tempat pertemuan antara Korea Utara dan Korea Selatan, di mana negosiasi berlangsung juga terawat dengan baik. Dorasan park.
Menurut saya bagai dua sisi mata uang yang menguntungkan, satu jejak rekaman sejarah dan satu lagi membawa keuntungan karena jadi tempat menghasilkan uang. Sejarah tak hilang dan uangpun masuk.
Satu tempat lagi yang saya dan teman teman kunjungi adalah Observatorium Dora yang menawarkan pemandangan langsung ke Korea Utara dan memiliki teropong untuk melihat lebih dekat.
Saya mencoba berapa kali dan terlihatlah bendera Korut dan bendera Korsel pada titik yang berbeda dan pagar-pagar pembatas.
Menurut keterangan salah satu teman- tempat ini dibangun juga sebagai sebagai sebuah cara mengobati rasa rindu orang Korut yang bekum bisa kembali ke negaranya, jadi saat rasa rindu muncul mereka datang dan menggunakan teropong untuk sekadar melihat. Weuh Ate teuh…
Dan ternyata untuk mengunjungi DMZ, wisatawan harus mengikuti tur berpemandu yang disetujui oleh pemerintah Korea Selatan. Paspor wajib dibawa setiap saat, dan ada aturan berpakaian yang ketat.
DMZ masih merupakan zona militer yang berfungsi, sehingga keamanan sangat ketat dan saya menjadi orang yang beruntung karena bisa kesana dengan difasilitasi sepenuhnya oleh teman-teman IWPG Korea dan bahkan dengan tambahan oleh-oleh makanan ringan karena berhasil menjawab satu buah pertanyaan saat dalam bis.
Korea telah belajar dari perang dan pertumbuhan masyarakat sipil untuk menjaga damai sangat luar biasa dan sepertinya kebijakan negarapun selaras dengan apa yang diperjuangkan.
DMZ (Demilitarized Zone) adalah area yang ditetapkan sebagai zona penyangga antara dua atau lebih negara atau wilayah yang memiliki konflik atau ketegangan. DMZ biasanya tidak memiliki kehadiran militer atau aktivitas militer yang signifikan, dan berfungsi sebagai area penyangga untuk mengurangi risiko konflik.
Contoh DMZ yang terkenal adalah:
– *DMZ Korea*: Zona Demiliterisasi Korea adalah area penyangga sepanjang 4 km yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.
– *DMZ lainnya*: DMZ juga dapat ditemukan di berbagai wilayah lainnya, seperti di Timur Tengah, Afrika, dan Asia.
DMZ memiliki beberapa tujuan, seperti:
– *Mengurangi ketegangan*: DMZ dapat membantu mengurangi ketegangan antara negara-negara atau wilayah yang berkonflik.
– *Mencegah konflik*: DMZ dapat berfungsi sebagai area penyangga untuk mencegah konflik antara negara-negara atau wilayah yang berkonflik.
– *Meningkatkan keamanan*: DMZ dapat meningkatkan keamanan dengan mengurangi risiko konflik dan kekerasan.
Namun, DMZ juga dapat memiliki beberapa keterbatasan, seperti:
– *Keterbatasan akses*: DMZ dapat memiliki keterbatasan akses bagi warga sipil atau pengunjung.
– *Keterlibatan militer*: Meskipun DMZ tidak memiliki kehadiran militer yang signifikan, namun masih ada kemungkinan keterlibatan militer di area tersebut.
Dalam keseluruhan, DMZ dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan keamanan di wilayah yang berkonflik






