Menteri PPN: Kemiskinan Aceh Masih Tinggi, Dana Otsus Jangan Hanya Penopang Belanja Rutin

BERITA79 Dilihat

Banda Aceh– Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Rachmad Pambudy, menyentil masih tingginya angka kemiskinan di Aceh yang stagnan selama beberapa tahun terakhir, meskipun provinsi ini mendapat kucuran Dana Otonomi Khusus (Otsus) dengan jumlah triliunan rupiah setiap tahunnya.

“Dana Otsus Aceh jangan hanya jadi penopang belanja rutin, tapi harus ditransformasikan menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi,” kata Rachmad Pambudy dalam sambutannya saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJM Aceh 2025–2029 di Anjong Mon Mata, Meuligoe Gubernur Aceh, Rabu (9/7/2025).

Ia menekankan, penggunaan Dana Otsus perlu difokuskan pada proyek-proyek strategis dan berdampak langsung kepada masyarakat, bukan sekadar membiayai belanja birokrasi.

Menurutnya, jika tidak ada perubahan paradigma, maka Aceh akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketertinggalan.

Data menunjukkan, angka kemiskinan di Aceh stagnan sejak 2018, dan belum menunjukkan penurunan signifikan. Padahal, Aceh merupakan salah satu provinsi dengan penerimaan Dana Otsus terbesar di Indonesia.

Saat angka kemiskinan berkisar di angka 12,64 persen pada September 2024, yang merupakan tertinggi di wilayah Sumatera.

“Kita tidak bisa terus berada di zona nyaman. Kalau pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh sebagian kecil kelompok, maka kemiskinan akan tetap tinggi,” ujarnya.

Rachmad menyarankan agar pemerintah daerah memperkuat efisiensi anggaran dan lebih inovatif dalam menyinergikan berbagai sumber pendanaan untuk pembangunan.

Dalam paparannya, Rachmad menyebut Aceh memiliki potensi besar yang bisa digerakkan untuk mengatasi kemiskinan.

Di antaranya, percepatan eksplorasi blok migas di Selat Malaka, revitalisasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, serta penguatan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB) Sabang sebagai pusat pertumbuhan baru berbasis maritim.

Ia juga mendorong peningkatan sektor pariwisata di Sabang, Banda Aceh, dan Danau Laut Tawar, serta pengembangan komoditas unggulan seperti kopi Gayo, padi, jagung, cokelat, kelapa, dan hortikultura.

“Hilirisasi menjadi kata kunci. Kalau kita bisa menciptakan nilai tambah dari potensi lokal, maka pertumbuhan ekonomi akan dirasakan langsung oleh masyarakat,” tambahnya.

Rachmad menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyukseskan agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

RPJMN 2025–2029, kata dia, akan mengusung tiga pilar utama pembangunan: pertumbuhan ekonomi berkualitas, pengembangan sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045, dan percepatan penurunan kemiskinan.

“Kita ingin semua program prioritas nasional berjalan efektif di daerah, termasuk di Aceh, untuk memastikan kemajuan yang merata,” tegasnya.

Musrenbang RPJM Aceh 2025–2029 secara resmi dibuka oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Hadir pula Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Tomsi Tohir, serta jajaran pejabat daerah, tokoh masyarakat, dan akademisi.

Forum ini menjadi momentum evaluasi sekaligus penentuan arah baru pembangunan Aceh lima tahun ke depan—dengan harapan Dana Otsus tidak lagi hanya menghidupi birokrasi, tetapi benar-benar dirasakan rakyat Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *