Sulit bagi Presiden Prabowo Keluar dari Kemelut Darurat Keuangan 2025

OPINI106 Dilihat

Oleh: Salamuddin Daeng

 

SITUASI keuangan pemerintah saat ini memang sangat berat. Ini terjadi karena tumpukan utang terutama di era darurat Covid 19. Tumpukan utang ini adalah akumulasi dari utang sebelum Covid 19 yang juga sudah sangat besar. Maka semua kebijakan keuangan dilakukan sepenuhnya untuk menjawab darurat keuangan negara.

Beragam cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini. Memberlakukan tax amnesty, namun gagal. Memberlakukan UU Darurat Keuangan yakni UU Nomor 2 Tahun 2020, namun justru menghasilkan kekacauan keuangan. Menjual obligasi negara kepada Bank Indonesia di pasar perdana, justru menghasilkan utang jangka pendek yang menggunung.

BI sendiri memberi peringatan kepada pemerintah atau menagih. Utang jatuh tempo Sekuritas Rupiah Bank Indonesia mencapai Rp 922,4 triliun selama 2025. Apabila tidak dikelola dengan baik oleh Bank Indonesia, dikhawatirkan besaran utang jatuh tempo tersebut akan berdampak negatif ke cadangan devisa.

BI harus segera mempersiapkan debt collector untuk menagih kementerian keuangan. Kalau tidak ini akan sulit bisa dibayar. Bahayanya ini akan meruntuhkan kepercayaan internasional kepada BI, atau lebih jauh, BI akan ditaruh di bawah kementerian keuangan kembali.

Jalan lain bagi BI adalah berlomba dengan pemerintah menaik-naikkan suku bunga. BI menaikkan bunga SRBI, pemerintah menaikkan bungan SBN atau SUN.  Ini agar orang orang mau membeli surat berharga BI dan pemerintah tersebut. Ini adalah persaingan yang gawat. Perbankan bakal berlomba-lomba menempatkan uang mereka pada dua pihak tersebut. Ini jelas kacau belau, rakyat makin kering, pinjaman online bunga mencekik akan makin marak, perceraian marak, bunuh diri pun marak karena terlilit utang.

Pemerintahan pun sama. Walaupun sampai nangis Bombai, sampai terguling guling, Menteri Keuangan tidak akan sanggup membayar utang dan bunga utang tahun 2025 sebesar Rp 552 triliun dan utang Covid 19 yang jatuh tempo tadi.  Memang waktu dapat pinjaman, Menteri Keuangan tertawa lebar. Bermodalkan status darurat, dia leluasa mendapatkan uang dengan berutang. Ini adalah kekuasaan yang sangat besar yang diberikan DPR saat itu.

Saya pribadi mengirimkan surat resmi kepada kementerian keuangan pada bulan Juni 2020 untuk meminta Menkeu menjelaskan untuk apa saja uang Covid 19 itu digunakan. Bayangkan saja utang di masa Covid 19 itu (2020-2022) luar biasa besar. Tahun 2020, Menkeu berutang Rp 1.193 triliun. tahun berikutnya, berutang lagi Rp 871 triliun. Pada 2022, Menkeu ambil utang lagi Rp 591 triliun.  UU darurat memperbolehkan pemerintah ambil utang di atas 3 persen dari GDP.

Namun yang lebih mantap lagi adalah Menkeu boleh menggunakan uang itu sesuka hatinya. Dia bisa memberikan uang itu ke bank, ke swasta dan ke BUMN. Sampai saat ini, semua uang utang itu tak ada pertanggungjawabannya. Jadi bagaimana nasib APBN kalau harus shut down di tahun ini?

Indonesia memang tidak mengenal sistem goverment shut down, tapi Indonesia bisa menghadapi keadaan kere keriting dan bangkrut. Legitimasi pemerintahan ini dipertaruhkan.  Di bagian lain pemerintah diprovokasi melakukan pelanggaran UU seperti UU harmonisasi peraturan perpajakan, UU APBN, dan UU lainnya. Pemerintah terus menabung pelanggaran UU dan  kesalahan. Lawan terus provokasi agar pelanggaran makin banyak. Lalu apa rencana mereka nanti kalau pelanggaran menumpuk? Waspada…waspada…waspadalah!

 

 

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *